Minggu, 04 Mei 2014

Umar Bin Abdul Aziz


Hari raya telah tiba. Semua orang bergembira di tengah kumandang takbir dimana-mana. Tapi, pagi itu, para anak perempuan Umar Bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu. Mereka tampak sangat sedih dan menemui ayahnya untuk mengadu.

“Ayah, pada hari raya ini, semua orang, baik laki-laki, perempuan, gadis, bujang, tua muda, dan anak-anak semua mengenakan pakaian baru!”

“Betul, Ayah! Teman-temanku juga menggunakan pakaian baru yang cantik, tapi kami semua mengenakan pakaian yang sangat buruk….”

Tangis anak-anak perempuan Sang Khalifapun kembali pecah.

Umar bin Abdul Aziz memang dikenal salah satu khalifah yang zuhud, wara’ dan sangat sederhana. Tapi demi mendengar pengaduan dan kesedihan yang teramat sangat dari para putrinya itu, naluri kebapakannya terketuk.

Lalu dipanggilnya salah satu pelayannya, yang bertugas menjaga Baitul Maal.

“Berikan sekarang gajiku untuk bulan depan.”

Pelayan itu tampak terkejut. Dia tampak enggan untuk memenuhi perintah Sang Khalifah, atasannya. Lalu, diapun berkata seraya menasehati pimpinan tertingginya itu.

“Anda ingin mengambil lebih dulu gaji Anda untuk bulan depan dari Baitul Maal orang Islam? Wahai Amirul Mu’minin, apakah Anda dapat menjamin, bahwa Anda masih tetap hidup bulan ini?”
Mendengar jawaban pelayannya itu, Amirul Mu’minin Umar Bin Abdul Aziz tersentak. Diapun segera beristighfar dan berkata, “Terima kasih atas nasehatmu kepadaku, wahai orang yang jujur.”
Pemimpin tertinggi di keholifah itupun memalingkan kepalanya kea rah anak-anak perempuannya yang tadi menangis bersedih.

“Anak-anakku, pendamlah rasa sedih kalian. Apakah kalian mau mengenakan pakaian baru, sedang bapak kalian masuk neraka?”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar