Hari raya telah tiba. Semua orang bergembira di tengah kumandang takbir dimana-mana. Tapi, pagi itu, para anak perempuan Umar Bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu. Mereka tampak sangat sedih dan menemui ayahnya untuk mengadu.
“Ayah, pada hari raya ini, semua orang, baik
laki-laki, perempuan, gadis, bujang, tua muda, dan anak-anak semua mengenakan
pakaian baru!”
“Betul, Ayah! Teman-temanku juga menggunakan pakaian baru yang cantik, tapi kami semua mengenakan pakaian yang sangat buruk….”
Tangis anak-anak perempuan Sang Khalifapun kembali
pecah.
Umar bin Abdul Aziz memang dikenal salah satu
khalifah yang zuhud, wara’ dan sangat sederhana. Tapi demi mendengar pengaduan
dan kesedihan yang teramat sangat dari para putrinya itu, naluri kebapakannya
terketuk.
Lalu dipanggilnya salah satu pelayannya, yang
bertugas menjaga Baitul Maal.
“Berikan sekarang gajiku untuk bulan depan.”
Pelayan itu tampak terkejut. Dia tampak enggan untuk
memenuhi perintah Sang Khalifah, atasannya. Lalu, diapun berkata seraya
menasehati pimpinan tertingginya itu.
“Anda ingin mengambil lebih dulu gaji Anda untuk
bulan depan dari Baitul Maal orang Islam? Wahai Amirul Mu’minin, apakah Anda
dapat menjamin, bahwa Anda masih tetap hidup bulan ini?”
Mendengar jawaban pelayannya itu, Amirul Mu’minin
Umar Bin Abdul Aziz tersentak. Diapun segera beristighfar dan berkata, “Terima
kasih atas nasehatmu kepadaku, wahai orang yang jujur.”
Pemimpin tertinggi di keholifah itupun memalingkan
kepalanya kea rah anak-anak perempuannya yang tadi menangis bersedih.
“Anak-anakku, pendamlah rasa sedih kalian. Apakah
kalian mau mengenakan pakaian baru, sedang bapak kalian masuk neraka?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar