Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 19 - Si Bakul Kumpulan


Keaktifannya di berbagai organisasi mulai di tingkat RT hingga tingkat kabupaten, membuat sosok Imam Yulianto terasa akrab bagi sebagian besar masyarakat Purbalingga. Bahkan suami dari Siti Silichati ini sempat dijuluki “Bakul Kumpulan” oleh mertuanya. Bagaimana kisahnya?

Imam Yulianto mulai aktif berorganisasi sejak dinobatkan menjadi Ketua OSIS saat berstatus pelajar di SMA Negeri 1 Bukateja. Memasuki dunia kampus di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), aktivitasnya di berbagai organisasi semakin tak terelakkan. Tercatat beberapa organisasi kampus diikutinya, mulai dari lembaga pers kampus sebagai pemimpin redaksi, ikatan mahasiswa sebagai sekretaris umum, pecinta alam hingga pramuka.

“Waktu saya menjadi ketua OSIS, orang tua sempat melarang saya berorganisasi, karena orang tua terutama bapak saya punya pengalaman pahit selama berorganisasi. Teman-teman seangkatan bapak yang sama sekali tidak berorganisasi justru kehidupannya lebih sejahtera dibanding bapak yang dulu aktif,” jelas anak kedua dari empat bersaudara ini.

Menanggapi larangan bapaknya yang pernah aktif di Hisbul Wathon (salah satu badan otonom Muhammadiyah) di era 1960-an, Imam dengan bijak menyampaikan jika keuntungan berorganisasi mungkin tidak saat itu dia rasakan, tapi lima atau sepuluh atau dua puluh tahun lagi.

Setelah meraih gelar sarjana dan pulang kampung, kegiatan Imam tak kunjung surut malah sebaliknya terus bertambah. Mulai dari organisasi ikatan alumni SMP dan SMA, organisasi kemasyrakatan, organisasi kepemudaan, hingga kepartaian. Bahkan setelah menikah dan dikarunia tiga putrapun, Imam masih getol mengikuti berbagai kegiatan dari berbagai organisasi.

“Seminggu ada tujuh hari, lima hari diantaranya bisa saya habiskan untuk kegiatan,” jelas pria kelahiran 21 Juli 1972 yang telah tiga tahun ini juga dipercaya menjadi Ketua RT 04 RW 04 Kalikabong.

Lalu, apa istri tidak pernah protes??

“Istri saya sebenarnya sangat paham saya karena kami selalu bersama-sama sejak aktif di organisasi kepemudaan di desa. Tapi bagaimanapun, kadang istri juga merasa terabaikan oleh saya. Dia pernah menangis karena menganggap saya lebih mementingkan organisasi daripada keluarga,” kisah lelaki berbadan tambun yang pernah dipandang sebelah mata oleh keluarga besarnya karena pernah tidak berpenghasilan tapi malah sibuk berorganisasi.

Kala itu, sekitar tahun 2001, kondisi keuangan Imam masih jauh dari mapan. Ketika penghasilannya sebagai seorang agen asuransi lokal yang tidak begitu banyak, justru dia habiskan untuk organisasi. Sang istri tidak habis mengerti dan tangisnyapun pecah. Istrinya hanya minta Imam untuk realistis.

Kehidupan yang sulit juga sempat membuat semangat berkegiatan Imam melorot. Ayah satu jagoan dan dua bidadari ini pernah enam bulan vakum berkegiatan baik di masyarakat, pemuda maupun organisasi lainnya. Tapi jiwa kepemimpinan Imam memberontak. Pria yang pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Purbalingga ini merasakan, semakin dia sepi kegiatan, semakin jauh dari rizki.

“Rizki itu jangan dimaknai melulu uang. Rizki itu termasuk informasi lowongan pekerjaan, informasi peluang bisnis dan peluang rizki lainnya,” jelas aktivis yang kini masih mengetuai belasan organisasi ini.

Karenanya, lelaki yang pernah berkecimpung di dunia jurnalistik ini memutuskan kembali berkegiatan. Dan benar, satu per satu jalan rizkipun menghampirinya. Bahkan setelah dia menjadi PNS sekalipun, Imam telah merasakan manfaat berorganisasi yang mampu memperlancar tugasnya sebagai penyuluh KB.

“Saya pernah bertugas untuk memberikan penyuluhan KB di perdesaan. Biasanya banyak kaum bapak yang kurang mendukung istrinya ikut kumpulan KB. Tapi ternyata ada beberapa diantara mereka yang mengenal saya karena keaktifan saya di sebuah organisasi dan menyambut baik penyuluhan yang saya ampu,” kenang pria berkulit legam ini.

Berbagai organisasi yang digelutinya ternyata membuat kemampuan berkomunikasi Imam terasah. Termasuk bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang desa. Hal itu sangat memudahkannya dalam menjalani tugasnya sebagai penyuluh KB.

“Ternyata berkomunikasi dengan orang desa itu tidak semua orang bisa. Saya mengamati, ternyata banyak orang yang tidak nyaman ketika harus terjun ke desa dan berkomunikasi dengan orang desa, termasuk para penyuluh,” tuturnya.

Ketika berkumpul dengan orang-orang desa yang masih asing, orang yang tidak terbiasa memilih asik dengan ponselnya. Padahal, kata dia, ini menjadi kesempatan untuk menggali dan mengenal lebih dalam orang-orang desa yang menjadi sasaran penyuluhannya.

Organisasi mengajarkan Imam lebih mudah beradaptasi di segala tempat di segala situasi dan di segala komunitas. Melalui organisasi pula, Imam dikenal dan mengenal banyak orang. Mulai dari strata tertinggi hingga tingkat akar rumput, berbagai profesi, berbagai ras, lintas suku dan agama. 

Bahkan sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah, Imam mengaku akrab dengan Ketua PC Nahdatlul Ulama (NU) Purbalingga, Sudarno. Mereka pernah bekerjasama dalam satu wadah Interfet Committee (IFC), sebuah organisasi yang menangani kebutuhan eksodan daerah konflik yang memilih bermukim di Purbalingga. Di IFC ini, Sudarno sebagai Ketua dan Imam sebagai sekretarisnya.

Salah satu kegiatan Imam yang sukses menyatukan dua ormas terbesar di Indonesia dalam skala lokal, terjadi pada tahun 1997 dengan dilaksanakannya Tabligh Akbar tentang Zakat, Infak dan Shodaqoh. Beberapa kali mereka juga berkumpul membahas tentang isu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

Menurut Imam, seorang PNS seharusnya tidak takut berorganisasi. Minimal mau aktif di masyarakat sekitarnya. Karena sebisa mungkin, seorang PNS bisa menjadi panutan warga di lingkungan tempat tinggalnya.

“Yang terpenting jangan terjebak dengan organisasi terlarang atau sekte-sekte sesat dan tetap komitmen mengutamakan pekerjaannya sebagai PNS,” pesannya. (cie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar