Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 22 : Prajurit Itu Prasojo Jujur dan Irit


Bagi Putra Widyawinaya, tentara itu haruslah menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat. Dia harus selalu SIAP: syukuri, ikhlas, anteng (sabar) dan prihatin. 

Putra menyadari, menjadi tentara berarti harus membuang jauh-jauh keinginan untuk hidup berkelimpahan harta. Menjadi tentara juga harus siap mempertaruhkan nyawa untuk negara dan bangsa. Tapi dia tak pernah gentar, karena menjadi tentara memang cita-citanya semenjak kecil.

“Saya senang melihat tentara dengan badan yang tegap berseragam, gagah sekali kelihatannya. Sebenarnya saya ingin menjadi tentara angkatan udara. Tapi, semakin besar saya menyadari apa yang paling cocok untuk saya,” ujar lelaki kelahiran Jakarta, 4 Desember 1975 ini.

Keinginan menjadi tentara sedikit banyak memang terpengaruh dari sang ayah yang juga tentara. Meskipun menurut bungsu dari dua bersaudara pasangan Merthana dan Soedari ini, sang ayah tak pernah mengarahkan profesi apa yang harus dia tekuni di saat dewasa. Ayahnya hanya berpesan, yang penting dia harus serius dengan pilihannya.

“Untuk membuktikan keseriusan saya, saat lulus SMP, saya mendaftar SMA Taruna Nusantara di Magelang. Alhamdulillah, saya diterima,” ucap penggemar olahraga renang dan lari ini mengisahkan.

Seperti asumsi banyak orang, Putra melihat anak-anak lulusan SMA Taruna Nusantara memiliki kesempatan lebih luas menjadi tentara dibandingkan lainnya. Dan dugaannya terbukti. Putra diterima di Akademi Militer (AKMIL).
Selulus AKMIL Tahun 1997, pencinta nasi goreng dan tempe ini mendapat tugas menjadi Komandan Peleton di Batalyon Infanteri Lintas Udara 100/Prajurit Setia (Yonif Linud 100/PS) setelah sebelumnya sempat mengikuti Pendidikan Kecabangan di Bandung.

Putra cukup lama di bertugas di batalyon yang terletak di Namu Sira-sira, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ini. Bahkan sampai batalyon ini berganti nama menjadi Batalyon Infanteri – 100 / Raider Kodam I Bukit Barisan, dari jabatan Danton meningkat menjadi Komandan Kompi (Danki) dan terakhir Pasi – 2 / Ops yang berakhir tahun 2007.

“Tahun 2007, saya mendapat tugas sebagai komandan sekolah di Komando Pendidikan dan Pelatihan (Kodiklat) TNI AD di Bandung. Baru setelah tahun 2012, saya diangkat menjadi Kepala Bagian di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad),” jelas perwira yang awal tahun 2007 menikahi kekasihnya, Stella Sasisca Harianto, dokter cantik putri seorang tentara.

Dari pernikahannya dengan Stella, Putra dikaruniai sepasang buah hati. Yang sulung bernama Cania Saskiya Winaya, dan adiknya bernama Fathan Alvaro Winaya. Setelah resmi menjadi Komandan Batalyon Infanteri 406 Bojong pada pertengahan tahun 2013, Putra memboyong keluarga kecilnya ke Purbalingga.

Meski berkedudukan sebagai Danyonif, orang nomoir satu di batalyon yang beristrikan seorang dokter nan jelita, Putra tetap menerapkan hidup sederhana pada keluarga kecilnya. Putra sangat bangga, karena sang istri sangat pandai mengelola keuangan keluarga dan mendukung mewujudkan kehidupan yang prasojo, jujur dan irit ala prajurit. 


Tentara Harus Bermanfaat

Di tengah suasana non perang, Putra berprinsip tentara tetap harus bermanfaat bagi masyarakat. Pihaknya siap jika sewaktu-waktu masyarakat membutuhkan bantuan tenaga dari batalyon yang dipimpinnya.

“Kalau membutuhkan tenaga kami, baik itu untuk bersih-bersih lingkungan, membangun rumah, membangun jalan dan jembatan, silahkan saja sampaikan ke kami. Butuh berapa peleton kami siapkan,” tegasnya.

Putra menyadari sampai saat ini masyarakat mungkin masih sungkan dan takut ketika harus berhadapan dengan tentara. Bahkan untuk meminta bantuan sekalipun. Putra juga menyadari, jika adanya oknum tentara yang menyalahgunakan wewenangnya meskipun tidak terjadi di Purbalingga, sedikit banyak mempengaruhi opini negatif masyarakat terhadap tentara.

“Jika memang menemukan ada bagian dari satuan kami yang terbukti melakukan pelanggaran, silahkan laporkan kepada kami. Kami akan tindak tegas yang ebrsangkutan jika memang benar-benar terbukti,” imbuhnya lagi.

Ketika ditanya tentang rencana masa depan, Putra tak ingin menjawabnya. Dia mengatakan, cita-cita dan obsesi seorang tentara tidak etis jika dipublikasikan karena jika salah persepsi, bisa berakibat fatal. Dia hanya ingin memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negaranya. Tidak lebih! (cie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar