Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 17 : Cuci Otak dan Ancaman Kematian


Tak banyak mantan aktivis organisasi terlarang Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang mau ‘bersuara’ seperti Ken Setiawan. Padahal menurut Ken, hanya dengan bersuaralah intimidasi dan teror bagi mantan aktivis NII KW IX bisa diantisipasi.



Bergabung dengan NII KW IX tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Ken Setiawan. Saat itu sekitar tahun 2000, lulusan SMEA NU Brayan Kebumen ini mendapat tugas mewakili Kabupaten Kebumen mengikuti Turnamen Pencak Silat di Jakarta dalam rangka Memperingati Hari Sumpah Pemuda.

“Acaranya masih beberapa hari lagi, tapi saya berangkat lebih awal karena ingin bertemu dengan teman-teman sedaerah di Jakarta,” jelas lelaki berjenggot tipis dan bergaya necis ini.

Sesampai di kontrakan rekan-rekan sedaerahnya di daerah Jakarta Pusat, Ken menyaksikan banyak diantara para pemuda di kontrakan itu memanfaatkan waktunya membaca Al Qur’an dan mengikuti pengajian. Jebolan Pondok Pesantren Al Nawawi Kebumen ini terpesona, karena di tengah kesibukan mereka di kota metropolitan itu, masih sempat mencurahkan waktunya untuk beribadah.

“Saya yang lulusan pondok langsung saja mau waktu diajak ikut ngaji, ya di kontrakan itu juga. Pemaparan senior waktu itu luar biasa, saya langsung mantap mengikuti mereka. Gara-gara ini, akhirnya saya malah nggak jadi ikut turnamen dan nggak kembali ke Kebumen,” kenangnya seraya menerawang.

Sejak mengikuti gerakan NII, hampir seluruh waktu lelaki muda kelahiran 10 September 1979 ini habis bersama rekan-rekan sesama aktivis. Doktrin terus-menerus diterimanya dari para senior dan rekan-rekannya. Tak ada pilihan lain selain mengamini dan membenarkan semua ajaran-ajaran, sebab seluruh orang yang ditemuinya setiap hari memang telah disetting untuk satu suara.

“Pada awalnya materi-materi yang diajarkan itu ya materi-matei keisalam secara umum, seperti yang pernah saya dapatkan di pondok. Tapi lama kelamaan, terutama setelah dibaiat, materi-materi keislaman tidak lagi saya dapatkan. Semua materi dan doktrin ditujukan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia,” jelas putra sulung tiga bersaudara pasangan Nuryadi dan Bashiyah.

Seperti pada umumnya aktivis NII, Ken juga dibaiat di Pondok Pesantren Al Zaytun Indramayu yang super mewah. Konon, kemewahan ponpes ini didapatkan dari cara-cara yang jauh dari halal. Menurut Ken, karena saat ini kondisi dianggap masih jahiliyah, harta siapapun itu halal diambil. Merampok, mencuri, menipu menjadi hal-hal yang lumrah dilakukan aktivis NII.

“Istilahnya takiyah atau tak-tik. Itu boleh saja dilakukan kata senior saya selama tujuannya untuk NII. Jadi tujuan kita bukan Allahu Akbar tapi Negara Islam Indonesia yang Besar,” tegasnya.

Sasaran penipuan boleh siapa saja di luar anggota NII, termasuk juga orang tua. Sebagai contoh mahasiswa bersama temannya menyusun skenario, berpura-pura telah menghilangkan laptop temannya. Padahal laptop itu rencananya mau dijual untuk biaya operasi orang tua teman si mahasiswa itu.

“Si mahasiswa itu bilang kalau dia menghilangkan laptop temannya, temannya juga mengatakan kalau mahasiswa itu telah menghilangkan laptopnya. Klop, padahal itu skenario. Laptop itu dibeli di Malaysia, harganya 50 juta,” kisahnya.

Pada awalnya skenario ini gagal. Selanjutnya dilakukan skenario kedua, datang paman dari pemilik laptop mengatakan kalau ini sebuah musibah. Jadi sang paman mau membantu setengahnya, sang orang tua cukup memberikan 25 juta saja, dan ternyata sukses.

“Penipuan semacam ini lumrah dilakukan, dan skenarionya macam-macam. Dan yang sering menjadi korban itu orang tuanya. Bisa anak menabrakkan mobil temannya, menghilangkan ponsel temannya…macam-macam,” ungkapnya.

Tak hanya menggalang dana dengan menghalalkan segala cara, aktivis NII juga diwajibkan untuk merekrut anggota baru sebanyak-banyaknya. Ken termasuk aktivis yang berprestasi karena mampu merekrut banyak sekali anggota baru sampai-sampai dia pernah mendapat piagam penghargaan dari Presiden NII.

Lalu bagaimana jika anggota NII menolak melakukan itu semua?

“Sanksinya berat sekali apalagi bagi kami yang sudah dianggap senior. Misal saya ditarget sehari dapat 10 orang baru, sampai malam baru dapat dua, saya dapat sanksi dicambuk dengan rotan. Rotan ini tidak akan berhenti dicambukkan di badan saya sebelum keluar darah,” kisahnya.

Lho, apa mereka tidak ada yang sanggup melawan?

“Justru, kami merasa semakin menderita itu kami semakin semangat karena itu kan bentuk ujian. Ya setiap hari kami didoktrin seperti itu, sehingga tidak ada satupun orang yang mengeluh. Justru selalu semangat dan semangat sekali,” jelas ayah satu orang putra ini.

Namun, sehebat-hebatnya doktrin, hati nurani dan akal pikiran manusia lama-kelamaan juga berontak. Ken seringkali menerenung kala sendirian. Dulu dia bergabung dalam gerakan ini semata-mata karena ingin beribadah, ingin menjadi orang yang sholeh dan menjadi lebih baik. Tapi mengapa setelah bergabung, semakin lama mengapa perilakunya semakin tidak benar??

Kegalauan Ken rupanya terbaca oleh seniornya yang telah keluar dari NII. Oleh para mantan NII, otak Ken kembali dicuci dan dibersihkan dari pengaruh NII. Akhirnya Ken menyadari kekeliruannya dan bertobat. Tahun 2002, Ken menyatakan diri keluar dari NII.

Mulai Bersuara
Penuh kekhawatiran. Itulah yang biasa dirasakan oleh orang yang baru saja keluar dari cengkeraman NII. Ken mengatakan, saat dirinya menyatakan keluar dari NII, para seniornya di NII menegaskan padanya, bahwa ketika NII benar-benar mencapai kemenangan dan berhasil berdiri, maka Ken termasuk salah satu yang akan dipenggal kepalanya lebih dulu.

“Jujur saya takut sekali saat itu. Saya sempat berpikir, bagaiman kalau NII benar-benar segera berdiri? Sebab, keuangan NII itu sangat kuat. Miliaran rupiah lebih. Itu yang saya tahu. Di luar pengetahuan saya mungkin lebih banyak lagi,” tuturnya.

Belum lama memutuskan keluar, Ken akhirnya bergabung kembali. Menurutnya, kali ini dia masuk sebagai orang yang memiliki misi. Yaitu untuk lebih mendalami NII dengan tujuan untuk membendungnya. Setelah merasa cukup memahami seluruh seluk-beluk NII, tahun 2007 Ken benar-benar resmi keluar dari NII. Tentu saja dengan berbagai ancaman mengikutinya.

“Tapi senior saya yang lebih dulu keluar bilang sama saya, kalau mau bebas intimidasi dari aktivis NII, kita harus bersuara. Mereka tidak akan mendekat pada yang melawan,” jelasnya.

Saat keluar, Ken mencoba mencari dukungan ke Kementrian Agama, MUI dan Kepolisian. Namun hasil yang diperolehnya kurang memuaskan. Masing-masing merasa tidak berwenang membubarkan NII.

Akhirnya Ken tak punya pilihan lain selain mengunpulkan rekan-rekan sesama mantan aktivis untuk membentuk NII Crisis Center. Selain untuk membendung bahaya NII,wadah ini juga berfungsi untuk memberikan perlindungan dan terapi bagi korban NII. Selain itu, NII Crisis Center juga bekerja sama dengan aparat pemerintah untuk mensosialisasikan bahaya NII, dengan harapan masyarakat semakin waspada dan dapat sedini mungkin mengantisipasi bertumbangnya korban-korban NII.

“Hampir setiap hari kami menerima laporan anak hilang, anak membawa uang orang tua dan sebagainya. Sebagian memang benar ada hubungannya dengan NII, tapi kalau murni kriminal dan tidak ada hubungannya dengan NII, kami serahkan sepenuhnya pada kepolisian,” jelas Sekjen NII Crisis Center yang juga Ketua Forum Komunikasi Korban NII..

Berkeliling Indonesia mensosialisasikan bahaya NII meskipun bekerja sama dengan aparat pemerintah baik Pemkab/ Pemkot maupun pihak kepolisian, bukan berarti tak ada aral. Masih banyak anggota masyarakat yang menaruh curiga Ken masih menjadi bagian dari NII, lalu berpura-pura keluar dari NII untuk sebuah tak-tik.

“Kalau yang seperti itu sering sekali. Tapi biar saja, saya sudah biasa. Konsekuensi keluar dari NII memang berat, termasuk harus siap mati. Mau bagaimana lagi. Saya memang harus siap. Karena saya tidak mau lebih banyak korban berjatuhan,” ujarnya. (cie)

Untuk lebih memahami NII dan penanggulangannya, NII Crisis Center menyediakan website untuk diakses : www.nii-crisis-center.comatau telpon ke hotline : 08985151228.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar