Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 8 : Dirikan Panti Rehabilitasi Karena Kakak


Karena mengikuti proses rehabilitasi kakaknya yang pecandu berat narkoba, Ichsan terpanggil untuk mendirikan panti rehabilitasi di Purbalingga. Dengan modal keyakinan akan pertolongan Yang Maha Kuasa, panti rehabilitasi narkoba yang gratis untuk semua latar belakang ekonomi ini terus berkembang dan menjadi panti rehabilitasi andalan Badan Narkotika Nasional.




Tak sulit menemukan Pondok Pesantren dan Panti Rehabilitasi Narkoba “Nurul Ichsan Al Islami”. Dari SMA Santo Agustinus terus saja kearah barat sampai mentok di pertigaan Balai Desa Karangsari Kecamatan Kalimanah. Lokasi tepat di seberang barat balai desa.

Memasuki lokasi yang teduh di bawah rimbun pepohonan, kondisi pesantren tampak sederhana dan masih terkesan tradisional. Tapi siapa sangka disinilah ratusan pecandu narkoba dari yang ringan sampai berat, dapat sembuh dan mampu bersosialisasi secara mandiri.

Dialah Achmad Ichsan Maulana yang menjadi pendiri sekaligus pemilik dan pengasuh panti rehabilitasi narkoba ini. Kyai Ichsan, begitu dia akrab disapa, dikenal menggunakan metode unik dalam merehabilitasi para santri dari ketergantungan narkoba yakni dengan merebus pecandu narkoba ke dalam air mendidih.

Pria kelahiran 29 Desember 1973 ini mendirikan panti rehabilitasi sekitar tahun 2007. Awalnya, dia membuka pondok pesantren untuk anak-anak muda. Diapun menerima pasien-pasien pecandu. Namun yang terjadi, para pecandu ini sering memancing keributan dan membuat para santri lainnya tidak betah.

Kemampuannya mengobati para pecandu didapatnya dari Kitab Thibbin Nabawi yang dipelajarinya selama ‘nyantri’ di Banten. Saat itu ustadz yang membinanya menurunkan semua ilmu pengobatan padanya, termasuk ilmu pengobatan tradisional lokal.

“Saya kesana awalnya nganter kakak yang memang pecandu. Sekalian nyantri dan malah belajar ilmu pengobatan rasul juga,” jelasnya.

Bungsu dari 9 bersaudara ini termasuk getol mengobatkan kakaknya ke berbagai pusat rehabilitasi. Dari mulai yang medis hingga yang herbal. Dari Ciamis, Tasikmalaya, Banten hingga Tulungagung. Ternyata kesembuhan kakaknya dari pengaruh narkoba justru didapat di rumah, setelah dengan telaten, Ichsan mempraktekkan ilmu yang diterimanya dari sang ustadz.     

“Nggak mudah lho mengatasi kakak saya karena dia sukanya narkoba oplosan. Suka ngamuk juga. Jadi untuk direhab memang perlu paksaan. Untung saya punya jurus totok pencak silat yang saya pelajari saat nyantri di Jawa Timur,” ujar ulama nahdiyin yang telah lekat dengan ilmu agama sejak kecil.

Mengetahui kakaknya seorang pecandu narkobapun sebenarnya tanpa kesengajaan. Waktu itu, Ichsan masih nyantri di Jawa Timur dan mendapat tugas mencari dana ke Jakarta  untuk membangun perluasan pesantren.
Sampai di Grogol, Ichsan dicopet. Tidak terima, Ichsan mengejar copet itu dan memberinya ‘pelajaran’. Ternyata tak berapa lama teman-teman si copet ini berdatangan. Ichsanpun dikeroyok. Tapi beruntung, meski terluka, justru Ichsan yang memenangi pertempuran.

“Saya akhirnya minta dipertemukan sama ketua geng preman yang mimpin kawanan copet itu. Setelah ketemu, kami sempat duel. Tapi pas saya mau menusuk dia pake pecahan botol, saya kaget lihat wajah dibalik rambut gondrong itu. Nggak tahunya kakak saya sendiri. Dia juga kaget karena pangling, saya juga gondrong waktu itu,” kenangnya.

Akhirnya, Ichsan justru menginap di markas preman Grogol itu. Dia baru menyadari, selain minum-minuman keras, kakaknya juga mengkonsumsi aneka ragam narkoba. Diapun membujuk agar kakaknya mau direhabilitasi. Tapi tawaran itu selalu ditampiknya mentah-mentah. Sampai akhirnya sang kakak terpaksa ‘dilumpuhkan’ dengan ditotok jalur darahnya, meski setelah di panti sempat berkali-kali mencoba kabur.

Mendirikan Panti
Setelah sukses merehabilitasi kakaknya sendiri, Ichsanpun menerima pasien-pasien pecandu narkoba. Dia tak pernah memungut biaya sama sekali, meskipun sebagian besar pasiennya dari kalangan orang berlimpah harta.

“Pernah ada seorang kaya raya dari Lubuklinggau membawa sekoper uang sambil bilang, ’Kamu butuh berapa sampai anakku sembuh?’. Langsung saya tolak, karena saya tak mampu menjamin atau mendahului ketentuan Allah. Alhamdulillah anak itu cuma butuh 90 hari untuk sembuh total. Orang tuanyapun bilang terima kasih, tapi saya cukup puas dan bahagia mendengarnya,” ungkapnya.

Sampai saat ini telah ratusan pecandu yang berhasil disembuhkannya. Baik berat maupun ringan, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang jawa maupun luar jawa. Bahkan ada juga yang berasal dari Singapura. Rata-rata hanya membutuhkan waktu 3 hingga 8 bulan untuk sembuh. Tapi ada juga yang butuh waktu sampai 1 bahkan 3 tahun.

“Biasanya kalau yang bobrok atau berat sekalian malah cepat sembuhnya. Tapi yang nanggung-nanggung malah sulit. Karena yang nanggung-nanggung ini pintar sekali bohong,” jelasnya.

Bohong memang menjadi karakter yang sulit dilepaskan dari para pecandu narkoba. Berkali-kali Ichsan berhasil dikelabui, termasuk soal uang. Para pasien yang meski berlatar kehidupan yang kaya, tapi mereka tidak diijinkan membawa barang berharga termasuk uang. Merekapun sering minta uang pada Ichsan dnegan dalih untuk beli shampoo, sabun atau lainnya. Ternyata tidak untuk beli, hanya ditabung untuk bekal kabur.

Herbal dan Spiritual
Dari pengalamannya menemani proses rehabilitasi sang kakak, Ichsan menyimpulkan jika kecanduan obat tak bisa disembuhkan dengan obat. Sebaliknya, racun-racun akibat obat itu harus dikeluarkan dulu, baru kemudian proses penyembuhan dan pemulihan fungsi organ-organ penting.

“Selama 41 hari pertama, pecandu saya gelontor herbal dulu. Herbalnya perpaduan herbal rasul dengan herbal lokal, meliputi kurma ajwa, suruh wulung, madu, kapulaga, kelapa muda yang hijau dan daun papaya. Kalau parah, nggak cuma daunnya, tapi juga buah pepayanya, pohonnya sampai seakar-akarnya,” paparnya.

Setelah 41 hari ditempa herbal, para pecandu umumnya sudah mulai tenang. Sehingga sudah bisa mengikuti tahapan berikutnya, yakni proses perebusan. Umumnya para pecandu akan direbus lima hingga tujuh kali dalam tiga bulan.

“Jam 4 sore, saya sudah mulai ngrebus air dicampur ramuan herbal. Direbusnya sampai jam 7 malam, baru para pecandu masuk bergantian,” jelasnya.

Proses perebusanpun mengalami tahapan. Bagi mereka yang pemula, akan direbus sekitar tujuh hingga 10 menit. Bagi yang telah lama, antara 20 hingga 25 menit. Selain perebusan, mereka juga akan dimandikan setiap sakaw, dan dipeluk dengan kasih sayang. Bagi perempuan, ada petugasnya sendiri yang melakukan ini.

“Selain herbal, kami juga terapkan pendekatan spiritual. Tapi bagi non muslim tak usah khawatir, mereka akan dipersilakan tetap dengan doa sesuai keyakinannya,’ ungkapnya.

Ichsan mewajibkan para santrinya untuk mengaji, sholat malam dan melakukan amal sholeh sebanyak-banyaknya agar lebih dekat dengan Yang Kuasa. Umumnya, setelah itu hati mereka lebih damai dan tenang.  

“Mereka juga kami bekali ketrampilan seperti perbengkelan, las, pertukangan dan sebagainya. Agar setelah mereka selesai proses rehab, mereka bisa mandiri dan bersosialisasi secara normal,” tuturnya.

Setelah kembali pada keluarganya masing-masing, para mantan pecandu ini juga terus dipantau Ichsan. Hal ini sebagai ikatan agar mereka tidak lagi mendekati lingkungan buruk yang pernah menjerumuskannya.

“Karena ujian paling berat bagi mantan pecandu itu ketika bertemu dengan kawan-kawan lamanya yang masih menjadi pecandu aktif. Mereka sangat mudah tergoda lagi,” imbuhnya.

Karenanya, Ichsan selalu menyarankan pada mantan pecandu dan keluarganya untuk mencari lingkungan yang baik dan bertemu dengan orang-orang sholeh. Karena bagaimanapun, lingkungan paling menentukan keberhasilan para pecandu ini lepas dari ketergantungan kembali. (cie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar