Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 12 : Modal Awal Hanya Rp 10 Ribu, Kini Beromzet Puluhan Juta Rupiah


Dulu orang menyangsikan bisnis yang digelutinya. Kini orang berebut menjadi pekerjanya. Dulu memasarkan dagangan dengan sepeda onthel ke Pasar Purbalingga, sekarang kendaraan roda empatnya telah merambah pangsa pasar se-Jateng dan siap ekspansi ke Jabar. 




Budiyono tak pernah menyangka akan sesukses ini. Lelaki bersahaja kelahiran Bondowoso, 2 April 1976 selulus Pondok Pesantren di Probolinggo Jatim sekitar tahun 1998, sempat bekerja di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Disinilah dia bertemu Hiyarti, gadis asal Purbalingga yang akhirnya dipinangnya menjadi istri. Saat itu, Hiyarti menjadi sekretarisnya yang saban hari selalu mendampingi.

Sebelum menikah, keduanya memilih keluar dari pekerjaan. Mereka menikah di tahun 1999 dalam kondisi masih menganggur sama sekali. Setelah menikah, pasangan pengantin baru yang memutuskan tinggal di Purbalingga ini berbisnis kerajinan tempe. Sayangnya, keberuntungan belum berpihak. Mereka bangkrut.

Saat hamil anak pertama, Hiyarti diajak Budi pulang ke kampung halamannya di Bondowoso. Rupanya, disana sentra kerajinan kacang umpet, yaitu kacang tanah yang dibaluti adonan terigu renyah. Selama dua tahun, keduanya bekerja sebagai buruh di industri skala rumah tangga itu.Hingga lahir anak kedua, kehidupan sepasang suami istri ini tak juga berubah. Merekapun kembali ke Purbalingga dan memulai lagi bisnis tempe. Dan, ternyata tempe memang bukan jalan hidup mereka. Sekali lagi bisnis itupun gulung tikar.  Modalpun ludes.

“Saya sampai bingung, anak sudah dua, mau bisnis apa lagi? Udah nggak ada modal,” ujar Budi yang mengaku hobi gendu-gendu rasa ini.

Lalu, keduanya mengingat kembali ketrampilan mereka selama bekerja di Bondowoso. Bagaimana jika membuat kacang umpet saja? Akhirnya, bermodal Rp 10 ribu, merekapun membuat kacang umpet seperti saat di Jawa Timur.

“Pertama membuat, langsung gosong. Wah, padahal itu uang mung-mungan. Tapi kami tidak menyerah, kami penasaran lalu buat lagi. Alhamdulillah berhasil,” kenang Hiyarti yang selalu setia mendampingi Budi dalam kondisi apapun.

Pertama memproduksi, mereka kemas makanan ringan renyah manis itu dalam kemasan sachet/ rentengan. Saat itu, mereka mengajak para tetangga untuk membantu. Tapi tak ada satupun orang mau menjadi pekerja mereka. Mungkin sangsi dengan prospek usaha mikro yang dibangun Budi – Hiyarti. Apalagi, keduanya sudah berpengalaman bangkrut lebih dari sekali.

“Akhirnya kami berdua saja yang melakukannya. Saya dan suami membuat adonan, mengiris, menggulung dan menggoreng sampai mengemas kecil-kecil. Saya yang ngurusi keuangan, suami keliling naik sepeda onthel ngantar ke pasar,” ujar Hiyarti dengan logat banyumasannya yang kental.

Meski hidup serba sulit, mereka jalani dengan penuh rasa syukur dan senang-senang saja. Usaha yang dirintis dari kecil itu semakin lama semakin meningkat dan berkembang. Pemesanan terus bertambah, membuat mereka semakin kewalahan.

“Mungkin melihat usaha kami semakin maju, akhirnya tetangga sekitar rumah utamanya masih saudara saya sendiri, akhirnya mau membantu, mau bekerja sama kami,” imbuh penduduk Desa Toyareja RT 06/ 01 Purbalingga yang kini memiliki 40 pekerja.

Keuletan pasangan suami istri ini mengantarkan mereka pada kesuksesan, meskipun secara bertahap. Setelah sepeda onthel tak lagi representatif untuk mengantarkan pesanan ke perdesaan se-Kabupaten Purbalingga, merekapun menyisihkan tabungan dari keuntungan mereka untuk membeli sepeda motor.

“Untuk pesanan ke luar Purbalingga, kalau di bawah 50 kg, saya antar sendiri pakai sepeda motor. Ya memang cukup jauh, seperti ke Tegal, Semarang, Pekalongan. Tapi kalau di atas 50 kg, saya sewa mobil,” jelas Budi.

Lama-lama, mobil menjadi kebutuhan utama mereka untuk memperlancar pemasaran ke seluruh Jawa Tengah. Setelah memiliki mobil dan memperlancar usahanya, tak berapa lama Budi kembali kewalahan ketika di saat bersamaan ada pemesanan yang begitu besar.

“Saya distribusi sendirian dengan satu mobil kalau pas pesanan datang bersamaan di kota-kota yang berjauhan, saya jadi merasa penting punya mobil satau lagi. Apalagi sebentar lagi, target kami memasuki pangsa pasar Jawa Barat,” ujarnya mantap.

Kini, Toyareja menjadi sentra kacang umpet. Tak hanya Budi dan Hiyarti, beberapa tetangganya juga ada yang melakoni usaha yang sama. Tak lagi ada warga menganggur di desa itu. Budi dan Hiyarti telah membuka lapangan pekerjaan untuk warga di sekitarnya.

Di tengah kesuksesan ini, Budi masih memiliki keinginan untuk jangka pendek. Lelaki yang memiliki motto hidup ‘Lakukan yang terbaik’ ini, ingin membuat koperasi simpan pinjam untuk membantu warga di sekitar tempat tinggalnya lebih sejahtera.

“Untuk membebaskan mereka dari jeratan renternir,” harapnya. Semoga harapan Budi ini dapat terwujud! (cie) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar