Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 1 : Metamorfosis Jumanto "Jumbo"


Dari Pemalu Menjadi Pendongeng Atraktif


Ketika Kak Jumbo mulai beraksi, terdengarlah gelak tawa anak-anak menyimak dongeng-dongeng yang disuguhkan dengan kocak. Siapa sangka sosok jenaka penasehat sekaligus penghibur anak-anak ini saat usia sekolah dulu justru dikenal kalem dan pemalu.Bagaimana kisahnya?

Banyak kawan-kawan semasa sekolahnya terbelalak ketika melihat aksi panggung nan atraktif Jumanto, begitu nama yang tertulis di akta kelahiran. Jumanto kini telah bermetamorfosis menjadi sosok Kak Jumbo dikenal ceria, jenaka dan sangat atraktif. 180 derajat dibandingkan saat masih duduk di bangku sekolah.

“Ini gara-gara selepas SMU, setelah gagal masuk perguruan tinggi, saya sempat kerja jadi sales door to door. Mau tidak mau saya harus mau ngomong. Kalau malu ngomong, ya nggak dapat komisi sama aja nggak kerja tapi cuma dapat lelah saja,” jelas jebolan Agribisnis Fakultas Pertanian UNSOED angkatan tahun 2000 ini.  

Di masa lalu, Jumanto remaja dikenal pemalu, kalem dan cenderung menutup diri. Tubuhnya yang menjulang di atas rata-rata teman seusianya tak lantas membuatnya tampil percaya diri.

“Ya, saya pemalu. Apalagi sama perempuan. Bisa gemeteran, pokoknya grogi banget,” kenangnya seraya terkekeh.

Jumanto mengatakan sikapnya yang cenderung menutup diri disebabkan kondisi keluarganya yang memang serba pas-pasan. Orang tuanya pedagang sayur dan hidup di desa kecil bernama Sempor, di pinggir Sungai Klawing.

“Sekolahku dulu kan sekolah favorit. Disitu banyak anak-anak orang kaya. Saya merasa minder banget. Nggak tahu bagaimana harus bergaul dengan teman-teman,” kata alumnus SMP Negeri 1 Purbalingga angkatan 1996 dan SMU Negeri 1 Purbalingga angkatan 1999 ini.

Jumanto tumbuh tanpa banyak komunikasi dengan kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya sudah mulai pergi ke pasar sejak dini hari dan seringkali pulang malam langsung istirahat tanpa sempat menanyakan keseharian kelima anaknya. Jumanto memilih menjadi pendiam, karena menurutnya pendiam itu baik. Yang penting pintar dan memiliki motivasi untuk maju.

Berbekal kecerdasan dan ketekunannya dalam belajar, Jumanto tetap bersikukuh sekolah di sekolah favorit. Anak keempat dari lima bersaudara ini memang termasuk paling pintar di keluarganya. Bahkan, di desanya, Jumanto satu-satunya yang termasuk ‘paling berani’ masuk sekolah favorit.

“Saya masih inget, waktu mendaftar ke SMP 1, ada seorang guru yang mengatai saya Bakul Piring karena saya mendaftar dengan kaos kucel dan sandal jepit. Apalagi pas lihat nama saya : JUMANTO. Dia tanya, Jumanto siapa? Saya jawab, cuma Jumanto. Jumanto tok. Kebayang kan betapa terlihat ndesanya saya saat itu hehehe,” ungkapnya seraya senyum membayangkan masa lalunya.

Perihal namanya yang singkat, Jumanto juga menjadi bahan ejekan teman-teman sekolahnya. Sampai-sampai ada seorang teman anak orang kaya yang bilang, nama kok JUMANTO tok.  
“Tapi saya nggak pernah marah, lhoo…” tuturnya lagi.

Semenjak bergabung dengan kelompok pengajian, Jumanto menyadari semua manusia itu sama di mata Tuhan. Kaya miskin pandai bodoh itu semua Tuhan yang mengatur. Tak ada yang patut dibanggakan, tak ada pula yang patut membuat berkecil hati.

“Pelan-pelan saya belajar untuk berkomunikasi. Lebih-lebih setelah menjadi salesman, training-training yang diikuti dan kerja lapangan yang rutin dilaksankan tiap hari, lama kelamaan mengubah cara bicara dan cara berpikir saya,” imbuhnya.

Akhirnya Jumanto bermetamorfosis menjadi sosok yang lebih ceria, humoris dan supel. Kepercayaan dirinya mulai terasah setelah aktif mengajar anak-anak kecil baca tulis Al Qur’an di TPQ sejak SMU dan berorganisasi di sebuah organisasi kepemudaan berbasis keislaman. Tak hanya itu, pemilik tinggi badan 178 cm dan berat badan 80 kg ini juga pernah menjadi Duta Persahabatan Kakang Mbekayu Purbalingga tahun 2004.

“Saya juga pernah tiga kali ikut audisi Indonesian Idol dan menjadi vokalis di grup nasyid,” jelas pemilik suara emas yang kerap tampil di berbagai hajatan dan kegiatan yang dihadiri banyak orang.

Di antara sekian banyak kegiatan yang dilakoninya, mengajar anak-anak baca tulis Al Qur’an di TPQ yang paling tak pernah ditinggalkan Jumanto hingga kini. Dari TPQ inilah, salah seorang pengurus Yayasan Peduli Santri Sholeh ini juga berkesempatan mengenal dunia dongeng selain juga menemukan tambatan hatinya, Soliati.

 “Saat saya ikut pelatihan pendidik TPQ tingkat nasional di Jogjakarta tahun 1999, saya berkesempatan latihan mendongeng langsung di bawah bimbingan Master Dongeng Indonesia, Kak Bimo. Saya tertarik banget. Saya pikir bangus banget menasehati anak-anak dengan bahasa dan cara berpikir mereka. Menasehati tanpa menggurui,” jelas Peraih Juara 2 Mendongeng Tingkat Jawa Tengah Tahun 2011 yang juga aktif di BADKO TPQ, HIMPAUDI dan menjadi Pemateri Training Motivasi  di Andalusia Training Center.

Karena berlatar belakang pengajar TPQ, Jumanto memfokuskan diri pada dunia dongeng islami. Dia selalu mengasah bakat lewat pelatihan dongeng dan menambah jam terbang dengan bimbingan Kak Imung, pendongeng Purwokerto.

“Ternyata mendongeng sangat menyenangkan. Banyak orang senang mendengarkan cerita atau dongeng. Dan ternyata Alloh juga menggunakan metode cerita lewat ayat suci Al Quran. Artinya metode pembentukan akhlaq anak lewat cerita sangat efektif. Anakpun lebih betah di dongengin dibandingkan metode ceramah atau nasehat murni,” ungkap idola anak-anak yang kini sedang mulai menulis buku mahir mendongeng untuk ortu dan pendidik.

Menurut ayah dari Husain Am’mar Ibrahim, dongeng dapat membangun karakter anak lewat cerita yang positif tanpa anak merasa digurui, melatih imajinasi anak, melatih komunikasi anak dan melatih perasaan anak. Bahkan nasib suatu bangsa tegantung pada cerita yang ditampilkan setiap hari pada anak-anak.

“Dalam mendongeng kita harus memilih dan memilah. Pilih dongeng yang membangun karakter positif dan realistis. Bukan dongeng yang takhayul, mistis, bahkan anarkis, sadis, pornografi bahkan mengadung kesyirikan,” tegasnya.

Jumanto sangat tidak menyarankan dongeng-dongeng semacam Kancil Mencuri Timun, Timun Mas, Putri cantik jelita yang akhirnya bertemu pangeran tampan, termasuk juga cerita-cerita sinetron yang kurang mendidik tapi disukai banyak penonton dari anak-anak sampai orangtua.

“Masa dalam sinetron ada orang bisa terbang, ada jimat pusaka, anak-anak dipaksa untuk adegan orang dewasa, pacaran, rebutan pacar, jail-menjail, balas dendam, cerita horor dari suster ngesot, kuntilanak, tuyul, grandong pocong, dan sebagainya. Tak heran jika anak lebih kenal nama-nama setan dibandingkan nama-nama menteri apalagi nama malaikat. Masya Allah mau jadi apa generasi kita kedepan,” ujarnya prihatin.

Karena sering bergelut di dunia anak, Jumantopun memilih mendalami psikologi anak. Setelah menamatkan kuliah di fakultas psikologi di sebuah perguruan tinggi swasta di Klaten, kini, Kak Jumbo tampak menikmati profesinya sebagai Guru Bimbingan Konseling di sebuah SMP swasta di Purbalingga. Tapi ini bukanlah akhir metamorfosinya. Kak Jumbo alias Jumanto masih memiliki obsesi menjadi seorang pengusaha muslim yang sukses. Semoga dapat tercapai ya, Kak! (cie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar