Senin, 26 Mei 2014

#Inspirasi 3 : Tak Tertarik Profesi Lain


Mutika, Pengasuh Jompo di Panti Wreda



Apapun profesimu, bekerjalah dengan profesional. Mungkin itu falsafah hidup Mutika, seorang pengasuh kakek nenek renta di Panti Wreda. Menyuapi, memandikan bahkan membuang pup yang berceceran di kasur, sudah menjadi bagian hidup yang dilakoninya dengan dedikasi tinggi.


Dini hari saat kokok ayam jantan membahana, seorang gadis hitam manis bergegas menuntaskan mandi paginya dan langsung sibuk dengan air panas untuk mandi oma opa penghuni panti. Tepat pukul lima pagi, satu per satu kamar di sambanginya.

“Oma bangun, mandi dulu yah…?” tuturnya pelan seraya membangunkan seorang nenek tua yang baru mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya yang sempit.

Perempuan jompo berparas oriental itu pelan-pelan berusaha duduk. Dengan telaten, Mutika membantunya berdiri dan menuju kamar mandi.

“Ntar dulu, Tika. Aku masih ngantuk. Yang lain dulu. Aku masih mau tidur…” kata sang nenek sembari meluruskan kakinya lagi dan meletakkan kepalanya yang beruban di bantal.

“Ya udah, Oma. Oma yang lain dulu yah, tapi nanti Tika kesini, Oma dah siap lho…” ujar gadis asal Dieng Kecamatan Batur Banjarengara itu seraya tersenyum kecil.

Sampai jam 6 pagi, Mutika dengan 14 pengasuh lainnya, tuntas memandikan para lansia di panti. Para nenek dan kakek yang telah segar segera duduk di teras kamarnya masing-masing untuk menikmati teh pagi.

Untuk nenek kakek yang sudah kesulitan melakukan aktivitas, Mutika dan rekan-rekannya harus sabar membantu meminumkan teh pagi yang hangat mengepul-ngepulkan uap segar. Begitu pula ketika jam 7, sarapan pagi mulai terhidang. Satu per satu nenek kakek yang tak lagi mampu duduk dan makan sendiri, juga disuapi dengan penuh kasih sayang.

“Ya, harus sabar. Namanya juga orang sudah sepuh. Mengasuh orang tua sama seperti mengasuh anak kecil, tapi harus lebih sabar lagi karena orang tua itu punya pengalaman lebih dibanding kita yang masih muda,” tutur lulusan SMP yang pernah mengenyam kursus baby sitter di Purwokerto.

Tengah dari tiga bersaudara putri pasangan Hadi dan Poniyah ini mengatakan para oma opa penghuni panti sangat beragam karakter dan kondisinya. Ada yang sangat cerewet kalau bicara tak ada hentinya. Ada juga yang justru diam mendura tak pernah terdengar suaranya.

“Ada juga yang ngomongnya itu nggak nyambung. Ada yang sedikit-sedikit minta tolong. Tapi ada juga yang nggak pernah minta tolong tahu-tahu dia pup di celana. Bagi saya itu tantangan yang menyenangkan dan saya nikmati saja,” ungkapnya tetap dengan senyum manisnya.

Mutika mengaku kadang rasa jenuh juga menyerang. Tapi cepat-cepat disingkirkan dari pikirannya, karena dia iba kepada para lansia itu jika dia bekerja setengah hati. Dia juga sering menerima curhat rekan sesama pengasuh. Dia mencoba memotivasi rekan-rekannya agar tetap sabar, bertahan dan bekerja dengan penuh kasih sayang.

“Kadang ada teman yang curhat. Saya lalu nasehatin dia, kasih motivasi. Nasehat dan motivasi itu sebenarnya ya buat saya juga, jadi lebih kuat,” ungkap perempuan muda yang pulang kampung hanya sebulan sekali itu.

Ketika ditanya apa terpikir untuk ganti profesi, Mutika dengan tegas mengatakan tidak. Baginya, bekerja bukan semata-mata mencari uang. Ada hal-hal lain yang membuatnya merasa betah dan menekuni tugas mulianya menjadi pengasuh jompo. Uniknya, dia melarang adik perempuannya menekuni profesi yang sama.

“Ya untuk adik saya, kalau bisa harus lebih baik dari saya,” ujar remaja yang rutin memberikan sebagian gajinya kepada kedua ortu dan untuk biaya pendidikan sang adik. (cie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar