Sabtu, 09 Januari 2016

Amalan Tersulit

Ketika ditanya apa amal sholeh yang paling sulit dilakukan, jawabannya beragam. Ada yang bilang Qiyamul Lail alias sholat malam, karena bangun di malam hari kalau tidak terbiasa memang berat. Ada yang menjawab naik haji karena harus memiliki dana yang memadai, belum lagi antri keberangkatannya yang hitungan tahun. Ada juga yang bilang poligami, karena nggak gampang adil sama beberapa istri sekaligus.

Kalau saya sendiri merasa, amal yang paling sulit adalah ikhlas. Gampang diucapkan tapi subhanallah, sulit sekali untuk diterapkan. Ketika kita menulis status tentang kebaikan di media sosial, kadang merasa senang kalau banyak yang like, komen dan share. Tapi merasa sedih atau marah kalau nggak ada satupun yang merespon.

Atau saat kita cape-cape bekerja, ternyata atasan justru memberikan apresiasinya kepada teman kita yang sedikitpun tidak berkontribusi apapun. Atau saat kita sudah mempersiapkan makan malam special, ternyata suami pulang dan mengaku sudah makan ditraktir temannya. Dan banyak contoh lainnya.

Selama ini pemahaman orang tentang Ikhlas adalah tanpa pamrih dan dengan senang hati. Jadi tidak mengharapkan imbalan apapun dari siapapun. Kalau menurut pendapat saya, ikhlas adalah saat kita melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu hanya karena Allah, Sang Khalik, bukan makhlukNya.

Jadi, kalau anak diperintah ibunya membeli sesuatu di warung sebelah, si anak dengan berat hati tetap berangkat ke warung dengan berniat melakukan semua itu untuk meraih ridho Allah, anak itu tetap disebut ikhlas. Meskipun berat hati. Seorang istri yang sedang kelelahan, lalu malam-malam ‘dicolek’ suaminya, lalu dengan segera dia melayaninya hanya karena Allah, dia ikhlas, meskipun berat hati.

Tapi kalau seseorang yang berniat menyumbang infaq untuk masjid secara diam-diam, lalu tiba-tiba ada orang melintas dan dia membatalkan infaq karena takut dipuji atau merusak keikhlasan, itu justru tidak ikhlas. Atau saat seorang Da’I atau motivator selesai memberikan presentasinya, saat turun panggung dia bertanya pada asistennya, “Gimana tadi penampilanku?”, itu sudah tidak ikhlas. Mengapa? Karena dia melakukan sesuatu atau tidak melakuakn sesuatu karena makhluk bukan karena Khalik, atau Allah.

Jadi prinsipnya, ikhlas itu hanya mengharap ridho Allah. Kalau kita tidak jadi infak karena takut ketahuan orang lain, berarti kita tidak melakukan sesuatu karena orang lain, bukan karena Allah. kalau kita mematuhi perintah orang tua membeli sesuatu di warung sebelah karena niat karena Allah semata, itu sudah ikhlas, terlepas berat hati atau tidak.

Jadi sebaiknya, kalau niat kita infaq diam-diam, terus ada yang melihat kita berinfaq, ya sudah teruskan saja infaqnya. Niatkan tetap karena Allah Ta’ala. Infaq diam-diam memang utama, tapi jangan sampai keutamaan itu justru dirusak dengan ketidakikhlasan.

Ikhlas itu bukan soal suka tidak suka, sepenuh hati atau setengah hati, berat hati atau senang hati. Pokoknya kalau niatnya karena Allah, sudah ikhlas. Tapi alangkah baiknya jika kita mengubah paradigm berpikir kita yang tadinya berat hati, lalu kita berpikir positif dan dibuat senang, insya Allah akan dengan senang hati. Masalah senang tidak senang melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebenarnya ada di pikiran kita. Semacam sugesti.

Cobalah tersenyum saat kita merasa berat hati. Maka orang lainpun akan tersenyum, dan kita akan lebih ringan melakukan sesuatu. Sebaliknya kalau kita berat hati dan hawa nafsu marah diikuti, wajah dibuat cemberut, maka kitapun akan merasa jauh lebih berat lagi melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Tahapan Ikhlas
Belajar ikhlas itu memang ada tahapannya. Kalau Yusuf Mansyur mengatakan kalau semakin banyak kita bersedekah maka kita akan semakin terlimpah rezeki. Jadi kalau sholat dhuha dan sedekah karena ingin dimudahkan rezeki, pada tahap awal memang tidak mengapa. Minimal untuk memotivasi beramal sholih. Pada tahap ini biasanya kita menganggap amal-amal sholih seperti sedekah, sholat dhuha, Qiyamul Lail sebagai belenggu, beraaaat sekali.

Nah idealnya, kadar keimanan kita harusnya terus meningkat. Kalau udah terbiasa sholat dhuha dan sedekah, maka ubah niat kita adalah surgaNya. Kalau menurut Emha Ainun Nadjib, sebenarnya ini juga belum ikhlas betul. Karena surga adalah makhluk Allah. Jadi kalau niat kita surge, berarti kita berharap makhluk Allah. Tapi sebagai bagian tahapan latihan, saya rasa masih lebih mending daripada mengharap pujian atau pemberian sesuatu dari orang lain. Pada tahap ini kita biasanya sudha terbiasa dan istiqomah menjalankan amal-amal sholih.

Nah jika kita sudah tak berharap dunia, dan mulai berharap surga, coba tingkatkan lagi niat ikhlas betul-betul untuk meraih ridho Allah, betul-betul karena Allah. Yakinlah Allah Maha Adil, Maha Mengetahui upaya yang kita lakukan dan paling tahu apa yang terbaik untuk kita. Insya Allah, ketentraman hati, kebahagian dunia akhirat menjadi milik kita. Pada Tahapan ini, orang sudah mulai ‘kecanduan’ dan butuh sekali amal-amal sholih itu. Seolah-olah dia tidak bisa hidup tanpa melakukan amal-amal sholih itu.

Aduh, mudah ngomongnya, tapi sulit melakukannya. Ya memang, karenanya saya sebut Ikhlas sebagai amalan tersulit. Tapi, sulit tidaknya sesuatu juga kembali pada kita. Yuk bareng-bareng kita hadapi kesulitan itu. Mudah-mudahan kita layak untuk mendapatkan ridhoNya. Aamiin.  


2 komentar: