Senin, 18 Januari 2016

Empat Fakta Unik tentang Purbalingga

Purbalingga memiliki beragam keunikan yang sangat mungkin tak dimiliki oleh kabupaten lainnya. Inilah 4 fakta unik tentang Purbalingga.

1.    Beringin yang ada di alun-alun saat ini, bukan beringin yang sama dengan tahun 1905

Salah satu ciri khas kabupaten-kabupaten di tanah Jawa, antara lain memiliki alun-alun di dekat pusat pemerintahan. Tak terkecuali Purbalingga. Dan salah satu ciri khusus alun-alun ala Jawa tentu pohon beringin yang menjulang bersisian.

Tahukah Anda, ternyata pohon beringin yang saat ini berdiri gagah di alun-alun bukanlah beringin yang sama dengan beringin di tahun 1905-an. Perhatikan foto alun-alun tahun 1905 koleksi Tropenmuseum Belanda, pohon beringinnya sudah cukup lebat kan?

Alun-alun Kabupaten Purbalingga Tahun 1905 (Koleksi Tropenmuseum Holland)
Nah, sekarang perhatikan foto Dokumentasi Humas Setda Purbalingga yang diambil di era 1970-an. Pohon beringinnya masih imut-imut yah? Artinya, pohon beringin itu memang pernah tumbang karena ukurannya di tahun 1970-an justru lebih kecil dari saat tahun 1905.


Alun-alun Kabupaten Purbalingga tahun 1970-an
Dugaan ini diperkuat dengan yang pernah disampaikan mantan Tentara PETA, Alm. Pringgo Djojo Sudirdjo dari Desa Galuh, Bojongsari. Eyang Pringgo mengatakan pohon beringin itu memang pernah tumbang. Tapi ketika ditanya sekitar tahun berapa, Eyang Pringgo tidak bisa memastikan.


2.    Purbalingga Pernah Dipimpin Dua Bupati
Dipimpin oleh dua bupati sekaligus? Inilah yang pernah terjadi pada Kabupaten Purbalingga. Dan uniknya, hal ini terjadi dua kali. Pertama, setelah Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo  yang telah menjadi bupati sejak sebelum penjajahan Jepang hingga Jepang hengkang dari Bumi Pertiwi, saat Indonesia merdeka masih tetap menjadi bupati. Namun, beberapa saat kemudian, seorang pejabat karesidenan Banyumas, Mas Sunyoto, ditunjuk menjadi Bupati meski jabatannya berakhir dua tahun kemudian, yakni tahun 1947. Jadi saat itu ada dua kepemimpinan di Kabupaten Purbalingga, yaitu Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo dan Bupati Sunyoto sekaligus.

Kedua, saat berlangsung Agresi Militer Belanda II. Setelah Proklamasi Republik Indonesia tahun 1945, ternyata Belanda masih ingin menguasai Indonesia . Dengan membonceng Inggris, Belanda melakukan Agresi Militer II pada tanggal 21 Juli 1947. Dalam situasi yang genting, Pemerintah RI saat itu menunjuk Patih Raden Mas Kartono yang sedang bergerilya sebagai Bupati. Sementara, Belanda yang sudah menguasai Purbalingga tetap menjadikan Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo sebagai bupati.

Setelah Belanda terusir dari Nusantara, RMTA Sugondo kian tertekan karena sebagai bupati, ia tak diberi kekuasaan layaknya bupati. Diapun mengajukan pengunduran diri dan tak lama kemudian meninggal tepatnya tanggal 31 Desember 1949 dan dimakamkan di Astana Giri Cendana. RMTA Sugondo menjadi Bupati terakhir dari keturunan Ki Arsantaka. Selanjutnya, bupati tak lagi berdasarkan keturunan, namun dipilih oleh DPRD.



3.    Memiliki Kesenian Wayang Golek, tapi Berbeda dari Jawa Barat
Kesenian Wayang Golek lebih umum di tanah Pasundan. Tapi, di Purbalingga yang notabene masih masuk wilayah Jawa Tengah, ternyata kesenian ini pernah berjaya. Hanya saja, ceritanya jauh berbeda dengan kisah pewayangan dari Jawa Barat. Jika wayang golek versi Sunda ceritanya diambil dari cerita rakyat tentang penyebaran agama Islam oleh Walangsungsang dan Rara Santang maupun dari epik yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Sedangkan wayang golek Purbalingga ceritanya diambil dari cerita Timur Tengah dengan tokoh-tokoh yang sebagiannya diambil dari nama-nama Persia, seperti Umarmaya. Meski bernafaskan Islam, kesenian ini juga bercampur dengan unsur-unsur mistis atau klenik


Almarhum Ki Dalang Hartono, beberapa bulan sebelum berpulang (doc. Estining Pamungkas)

Wayang Golek pernah menduduki puncaknya saat Ki Dalang Hartono dari Selakambang masih muda dan gagah. Seiring perkembangan zaman, wayang golek kian tersisih dari jajaran kesenian tradisional khas Purbalingga. Dan kita semakin berduka, karena belum lama, tepatnya 18 Novermber 2014 lalu, Ki Dalang Hartono berpulang pada usia kurang lebih 92 tahun. Sayangnya, sampai saat ini belum ada penggantinya yang konsisten melestarikan wayang ini.

4.    Memiliki Beragam Versi Tanggal Hari Jadi
Hari Jadi Kabupaten Purbalingga ternyata memiliki versi yang variatif. Versi pertama, Purbalingga mulai berdiri pada tahun 23 Juli 1759. Hal ini didasarkan dipindahnya pusat pemerintahan dari Karanglewas ke Desa Purbalingga yang saat itu masih hutan belantara. Pada saat itu, dimulailah dibuat alun-alun dan pendopo. Arsayuda putra Arsantaka, saat itu menjadi Bupati Pertama Purbalingga, bergelar Raden Tumenggung Dipoyudo III. Berdasarkan versi ini, berarti Purbalingga telah berusia 257 tahun di 2016 ini.

Versi kedua, Purbalingga berdiri pada tanggal 22 Agustus 1831. Untuk versi ini, didasarkan Resolutie Van Den 22 Agustus 1831 No 1 yang mana Belanda membagi Karesidenan Banyumas menjadi 5 kabupaten, sekaligus mengangkat bupati untuk masing-masing kabupaten itu. Kelima kabupaten itu antara lain Kabupaten Banyumas,  Kabupaten Ajibarang, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Dayeuh Luhur dan Kabupaten Purbalingga. Karena nama Banjarengara baru muncul dalam Resolusi ini, tanggal 22 Agustus 1831 lebih lazim dipakai sebagai Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara.

Versi ketiga, yaitu versi yang diakui Pemkab Purbalingga, Hari Jadi Purbalingga disepakati tanggal 18 Desember 1830. Penentuan ini melibatkan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Gajah Mada (UGM) yang ditunjuk khusus untuk meneliti empat buah babad, yakni Babad Onje milik S Warnoto, Babad Purbalingga (koleksi perpustakaan Museum Sonobudaya Yogyakarta), Babad Jambukarang yang diterbitkan Soemodidjojo Mahadewa Yogyakarta tahun 1953, dan Babad Banyumas yang tersimpan di Museum Sonobudaya Yogyakarta. Keempat babad ini lalu dibandingkan dengan arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang disimpan dalam koleksi Arsip Nasional RI.

Hasilnya disimpulkan (disepakati) bahwa hari jadi Purbalingga jatuh pada tanggal 18 Desember 1830. Hari jadi Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan melalui Peraturan daerah (Perda) No. 15 tahun 1996, tanggal 19 November 1996 yang jatuh pada tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.

Nah, itu empat fakta tentang Kabupaten Purbalingga. Masih banyak fakta unik lainnya yang mungkin baru pernah anda ketahui. Ikuti selengkapnya, di blog : mbaengky.blogspot.co.id ini. Sampai Jumpa! (Estining Pamungkas)

Daftar Pustaka :
Atmo, Tri. 2008.Kilas Sejarah Purbalingga.Purbalingga.Bagian Humas Setda Kabupaten Purbalingga
LPM UGM. 1997. Sejarah Lahirnya Kabupaten Purbalingga.Purbalingga. Pemerintah DATI II Purbalingga
Atmo, Tri. 2014. Ki Arsantaka. Purbalingga. Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya Purbalingga
Atmo, Tri. Interwiew. 2012. "Meluruskan Catatan Sejarah Purbalingga". Jl. Letkol Isdiman Rt 1 Rw 3 Bancar Purbalingga
Hartono. Interview. 2013. "Hartono, Perajin Wayang Golek yang Terlupakan". Desa Selakambang Kaligondang
Foto:

https://commons.wikimedia.org/wiki/Category:Purbalingga_Regency#/media/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_woning_van_een_regent_uit_Poerbolinggo._TMnr_60004395.jpg
Dokumentasi Koleksi Bagian Humas Setda Purbalingga yang kini disimpan di Museum Oeang Sanggaluri Park Purbalingga 
Dokumentasi Estining pamungkas untuk Derap Perwira Edisi 97 Tahun 2014


Mau copas? Cantumkan nama blog saya, yah.... hak cipta dilindungi UU lho...

#saynotoplagiator











1 komentar: