Minggu, 10 Januari 2016

Pesona Njelir dan Serunya Caving Di Lorong Kereta

Jenuh dengan rutinitas harian? Yuk hiking ke Bukit Njelir dan nikmati serunya caving (susur gua) di Goa Lorong Kereta. Mau?

Asiknya caving merayap dan mandi lumpur di Goa Lorong Kereta

Bukit Njelir dan Goa Lorong Kereta ada di satu lokasi: Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja. Dari Alun-alun Purbalingga, hanya butuh waktu sekitar 30-45 menit ke arah Pemalang untuk sampai di Gerbang Goa Lawa. Ya, kita mesti transit dulu di Basecamp Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Siwarak yang berada di kompleks goa paling ternama di Bumi Perwira itu.
Matahari sudah cukup tinggi saat kaki kami menjejak Desa Siwarak. Jarum jam di layar ponsel menunjuk pukul 09.00 WIB. Cukup panas memang. Tapi tak menyurutkan semangat kami menaklukkan Bukit Njelir. Salah satu bukit tertinggi di desa yang dikenal sebagai sentra nanas itu.
Di pelataran gerbang Goa Lawa, Tomo, Ketua Pokdarwis Desa Siwarak sudah menunggu kami. Pria kurus berkulit legam dengan rambut sebahu inilah yang akan memimpin penjelajahan kami ke Bukit Njelir.
Sebagian barang bawaan, kami titipkan di basecamp. Disana telah ada empat anak muda berseragam olahraga yang bertugas menjadi tim pemandu mendampingi Tomo. Dan, perjalanan kamipun dimulai!
Bagi mereka yang telah terbiasa hiking atau mendaki gunung, perjalanan menuju puncak Bukit Njelir hanya butuh waktu kurang lebih satu jam. Tapi bagi pemula atau yang gemar berfoto, durasi perjalanan bisa lebih lama.
Menurut Tomo, Njelir berarti tinggi. Namun, bukit ini sebenarnya bukan bukit paling tinggi di Desa Siwarak. Yang tertinggi justru Bukit Kelir yang lokasinya tak terlalu jauh dari Njelir. Menurut Tomo, hingga saat ini belum ada alat yang akurat menghitung ketinggian kedua bukit itu.
“Cuma kalau diukur menggunakan geocam, Bukit Njelir sekitar 1000 mdpl sedangkan Bukit Kelir 1100 mdpl,” ungkapnya.  
Perjalanan di tengah hutan
Untuk mencapai puncak Njelir, kami melalui ladang para petani setempat. Hamparan kebun nanas, seledri, kol dan jagung menjadi pemandangan yang mengiringi penjelajahan kali ini.
Perjalanan terus menanjak. Beberapa kali kami harus melalui powotan (jembatan bambu) yang melintang di atas anak sungai dengan air mengalir deras nan jernih. Beruntung, pagi itu cukup cerah. Tak ada tanda-tanda hujan akan mengguyur.
Mentari semakin meninggi seiring semakin tingginya keberadaan kami. Namun, semilir angin gunung sesekali mengibas tubuh kami yang mulai bermandi peluh. Setelah satu jam perjalanan, kami belum juga sampai. Suara desahan nafas memburu mulai terdengar dari para peserta yang mengaku telah lama tidak berolahraga.
“Kita berhenti disini dulu tidak apa!” seru Tomo dari atas bukit.
Menurut Tomo, perjalanan kami sebenarnya tinggal lima menit lagi sampai ke bukit. Tapi, melihat para peserta mulai lunglai, untuk ketiga kalinya kami memutuskan istirahat. Mengisi kerongkongan dengan segarnya air yang kami bawa dari rumah. Mengatur nafas dan detak jantung, serta mengeringkan cucuran keringat di sekujur tubuh.
Di tempat istirahat kali ini, kami duduk di salah satu tebing yang cukup longgar. Cukuplah untuk lima belas orang beristirahat. Tak ada lagi tanah pertanian. Hanya pepohonan pinus dengan aroma harum segar menguar, Sungguh menenangkan. Apalagi saya juga ditemani suami tercinta. Rasanya seperti masih pengantin baru...asik...asik....jangan ngiri ya...hehe...
Bukan Prewedding ^_^

Dari tebing ini, kami dapat melihat sebagian besar Desa Siwarak dan sedikit bagian Desa Tlahab Lor. Kami juga dapat melihat gerbang Goa Lawa dimana kami memulai perjalanan tadi. Nun jauh disana, kami juga melihat Bukit Kelir yang menjulang menembus awan.
“Ayo naik lagi. Tinggal lima menit lagi,” seru Tomo seraya menepukkan tangan keras menyemangati kami yang telah kembali segar.
Hiking di sela-sela pendakian
Betul kata Tomo, sekitar lima menit kemudian kami telah sampai ke puncak. Di puncak Bukit Njelir, kami tak hanya bisa melihat Desa Siwarak. Kami juga bisa melihat Desa Tlahab Lor di Kecamatan Karangreja atau bahkan Kecamatan Belik di Kabupaten Pemalang.
Keempat anggota tim pemandu, ternyata sudah mempersiapkan beberapa cangkir kopi panas dan beberapa iris buah nanas yang legit segar. Nanas Desa Siwarak berbeda dari nanas umumnya. Orang-orang menyebutnya Nanas Batu. Ukurannya hanya sekepalan tangan orang dewasa. Tapi jangan salah, aromanya segar, rasanyapun manis, hampir tidak terasa asam.
“Desa Siwarak memang dikenal sebagai sentra Nanas Batu,” ujar Tomo.
Tomo mengatakan saat ini pemerintahan desa yang dipimpin oleh Kades Suratman dibantu dinas-dinas terkait tengah mengembangkan makanan dan minuman olahan dari buah nanas. Ada selai, sirup, jus dan macam-macam lainnya. Ke depan, makanan dan minuman olahan ini akan menjadi buah tangan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Siwarak.
Kami masih di puncak Njelir. Angin gunung membelai lembut tubuh kami yang kelelahan. Sambil menikmati kopi panas, irisan nanas dan perbekalan yang kami bawa, kamipun menyimak penjelasan Tomo.
“Kalau dari sini, bisa lihat sunrise juga. Tapi mesti berkemah, atau memulai perjalanan malam hari,” jelasnya.
Puncak Njelir
Bagi para petualang sejati dan pecinta alam, ini tentu tantangan yang menggiurkan. Sebenarnya kamipun menginginkannya. Namun mengingat banyak agenda yang tak dapat kami tinggalkan dan tanggung jawab terhadap keluarga, tantangan ini sementara hanya kami simpan.
Setelah puas menikmati pesona alam di atas puncak Njelir, kamipun segera turun. Menuruni bukit memang jauh lebih mudah daripada mendaki. Meski begitu, tidak disarankan menggunakan sepatu tertutup. Karena jempol kaki akan memar akibat terantuk sepatu saat tengah menuruni bukit. Lebih baik, gunakan sandal gunung yang nyaman.
Hanya butuh waktu kurang satu jam kami sampai kembali ke basecamp. Setelah membersihkan diri dan sholat dzuhur, kami dipersilahkan menikmati makan siang. Makan siang yang disediakan Pokdarwis Siwarak sungguh menggoda selera. Nasi jagung hangat, tumis daun singkong dan lodeh sayur bayam yang nylekamin, mendoan panas, rempeyek udang super gurih, sambal terasi dan sambal ijo yang mantap. Hmmm….Nyamnyam pokoknya….
Suguhan Sega Jagung, tumis daun singkong
dan mendoan panas yang nylekamiin...
Seru-seruan Caving di Lorong Kereta
Setelah perut terisi, keringat mengering dan fisik kembali bugar, Tomo mengajak kami kembali berpetualang. Kali ini kami diajak susur goa atau caving di Goa Lorong Kereta. Goa Lorong Kereta memang belum cukup dikenal, karena memang pengerukannya belum terlalu lama dilakukan. Disebut Goa Lorong Kereta karena bentuk goa memanjang seperti kereta.
Sebelum berangkat, kami diminta menggunakan helm pengaman dan senter kepala. Helm pengaman ini cukup penting untuk melindungi kepala dari langit-langit goa yang memang pendek bahkan ada yang sangat pendek.
Goa Lorong Kereta berada di areal Goa Lawa. Mulut goa terdiri dari dua lorong, kanan dan kiri. Jika kita masuk goa di sebelah kanan, medan jalannya tidak terlalu berat. Hanya saja kita mesti membungkuk sehingga bagi yang belum terbiasa atau orang tua, bisa mengeluh sakit pinggang.
Sedangkan goa di sebelah kiri, masuk kategori minat khusus. Dan kali ini, kami ditantang Tomo untuk menjajalnya. Seperti apa yah?
Goa Lorong Kereta minat khusus sama seperti goa di sebelah kanan, tidak disediakan lampu atau pencahayaan. Hal ini justru semakin memacu adrenalin kami yang selalu mencoba hal-hal baru yang seru.
Memasuki goa, kita mesti bejalan hati-hati. Kalau tidak, kita bisa terpeleset, terperosok atau menabrak dan terantuk langit-langit goa. Maklum, selain dari senter yang kita bawa, tak ada lagi sumber cahaya lainnya. Di tengah kegelapan, tiba-tiba kami dikejutkan dengan segerombol kelelawar muda terbang nyaris menabrak kami. Ups!
Kelelawar muda menyambut kami
Beberapa meter berikutnya, kami terhenti. Tiba-tiba, Tomo menunjukkan langit-langit goa yang terdapat semacam lukisan absurd. Warnanya biru keunguan. Bila terkena cahaya, tampak berkilauan. Menurut Tomo, itu kotoran kelelawar yang telah mengeras dan nyaris menjadi fosil.
Penyusuran goa terus belanjut. Tomo memberikan isyarat kalau kami mesti mendaki tebing goa yang licin. Tinggi tebing itu hanya sekitar 3-4 meter. Karena licin dan lembab, kita diwajibkan berhati-hati. Tenang saja, tim pokdarwis sudah cukup profesional untuk memandu kita menaiki tebing hingga ke puncak. Asalkan mengikuti instruksi dan tetap hati-hati, kita tak perlu khawatir jatuh.
Mendaki Tebing Goa
Setelah mendaki tebing, goa ini juga memaksa kita untuk merayap. Hah, merayap? Benar! Kami harus merayap untuk sampai ke ujung goa. Sebab, lorong goa ini begitu sempit dan mau tak mau hanya dengan merayap kita mampu melewatinya. Jangan sedih kalau pakaian, tangan, kaki dan bahkan wajah kita kena lumpur. Justru disitulah serunya!
Setelah melalui celah yang sempit, di dalam goa ada ruang yang cukup longgar. Bahkan kami bisa berfoto bersama. Setelah puas menikmati sensasi ‘mandi lumpur, saatnya kami keluar goa.
Untuk keluar dari goa, kita mesti berbalik. Karena hingga saat ini belum ditemukan jalan keluar ke arah yang lain. Setelah melihat cahaya luar, hati kami sangat gembira. Karena sekujur tubuh kami belepotan, Tomo mengajak kami untuk membersihkan diri di kolam Waringin Seto di dalam Goa Lawa.
Buang Lumpur di Warining Seto
Setelah lumpur sudah cukup luruh, kamipun segera kembali ke basecamp untuk mandi dan sholat Ashar. Lagi-lagi, Tim Pokdarwis sudah menyediakan jajanan. Kali ini beberapa gelas kopi panas dan mendoan hangat kembali memanjakan lidah dan perut kami. Waahh….petualang kali ini benar-benar seru dan menyenangkan!
Menurut Tomo, masih ada banyak paket wisata petualangan lainnya di Desa Siwarak. Ada Sunrise Tracking Ke Bukit Kelir atau Bukit Njelir,  out bound di sekitar Goa Lawa, dan masih banyak lagi tawaran seru lainnya. Tak usah bingung soal penginapan. Disini ada hotel melati yang cukup nyaman. Mau yang lebih terjangkau, bisa pilih homestay di rumah-rumah penduduk setempat. Mau di alam terbuka, bisa camping sekaligus menikmati sunrise di atas bukit. Asyik, kan?
Kalau Anda tertarik ingin menjajal petualang seru di Desa Siwarak, silahkan hubungi Tomo (087837000869) atau buka websitenya di www.desawisatasiwarak.com. Nikmati pesona alam dari atas Bukit Njelir dan buktikan serunya caving di Goa Lorong Kereta! (Estining Pamungkas)

(Feature ini disusun untuk mengisi Rubrik "Petualangan" pada Majalah Pemkab Purbalingga Edisi 99 Tahun 2015"

3 komentar:

  1. mantap mba engky (y) ,,makasih bngt udh share

    BalasHapus
    Balasan
    1. Okey mas... maaf baru sempat nge-blog jadi baru up load sekarang. Versi cetaknya dah terbit setahun lalu di Majalah Derap Perwira Edisi 99 Tahun 2015

      Hapus
    2. Okey mas... maaf baru sempat nge-blog jadi baru up load sekarang. Versi cetaknya dah terbit setahun lalu di Majalah Derap Perwira Edisi 99 Tahun 2015

      Hapus