Sabtu, 09 Januari 2016

Televisi dan Realitas Subjektif Para Ibu

Oleh: Estining Pamungkas*

Ancaman bagi kaum ibu, bukan lagi soal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), baik secara fisik, psikis maupun penelantaran ekonomi. Juga bukan lagi tentang diskriminasi gender. Ada ancaman serius yang diam-diam tanpa disadari dapat menghancurkan ibu dan keluarganya. Apakah itu?
Kaum perempuan, terutama para ibu, menjadi sasaran empuk pengusaha media, terutama televisi. Hasil riset AGB Nielsen yang dipublikasikan 31 Maret 2011, perempuan lebih banyak menonton televisi daripada laki-laki. Para perempuan menonton televisi selama rata-rata 3 jam per hari. Dan ibu rumah tangga (IRT) menempati rangking pertama pengkonsumsi televisi terlama, yaitu 3 jam 47 menit per hari. [1]
Menurut penelitian George Gerbner dari Universitas Pennsylvania – Amerika Serikat, kebiasaan menonton televisi berlama-lama memberikan dampak yang relatif merugikan. Dalam Teori Kultivasi yang dirumuskannya, para pecandu televisi (heavy viewer), yaitu orang yang menonton televisi sekitar 4 jam perhari  atau lebih, cenderung menganggap apa yang ditontonnya sebagai sebuah realita.[2]
Padahal, sudah menjadi rahasia umum, realita yang ditampilkan di media massa terutama televisi relatif jarang mengungkap realitas objektif atau kebenaran mutlak. Seperti sinetron yang ditayangkan rutin di televisi, semata-mata fiksi yang bahkan cenderung berlebihan (lebay) dan sangat jauh dari realita sehari-hari.
Ini sangat berbahaya, jika yang ditonton seperti pertengkaran, konflik rumah tangga, perselingkuhan, perceraian, hamil di luar nikah dan sejenisnya. Karena seringnya menonton semacam itu, akan timbul di benaknya seolah-olah hal semacam itu sebagai sesuatu yang biasa atau lumrah. Inilah yang disebut realitas subjektif atau realita semu. 
Seorang ibu menjadi permisif ketika anak-anaknya bergaul dengan teman-teman yang kurang baik, karena tak ingin dikatakan ibu yang kolot sebagaimana yang ditanamkan dalam sinetron-sinetron. Banyak ibu yang mendorong anak-anaknya mengikuti ajang pencarian bakat karena terobsesi memiliki kehidupan layaknya para selebritis.
Para ibu yang hobi menonton acara gossip atau infotainment, cenderung senang bergunjing. Atau kadang menghabiskan waktu membicarakan kehidupan para selebritis yang sama sekali tidak ada manfaatnya dan jelas-jelas bukan urusannya.
Seorang ibu yang kecanduan menonton sinetron, akan terikat dengan jadwal sinetron tersebut. Ada banyak ibu yang mengabaikan anaknya yang sedang sibuk belajar untuk mempersiapkan menghadapi tes esok harinya, sementara dia asik menonton sinetron kesayangannya. Tak sedikit ibu, yang lebih memilih duduk manis di depan televisi daripada bersenda gurau dengan suaminya demi tak tertinggal sinetron yang terlanjur  diikutinya meski harus sampai larut malam.
Tak hanya itu, anak yang memiliki ibu hobi menonton televisi, cenderung memiliki hobi yang sama. Anak yang terpapar televisi setiap hari dalam waktu yang lama, relatif mengimitasi apa yang dilihatnya. Dia akan menjadi anak yang agresif jika selalu menonton kekerasan yang ada dalam film kartun kesukaannya. Dan yang sering dikeluhkan, anak cenderung pasif dan malas membaca.

Pengaruh Iklan
Kecenderungan perempuan menonton televisi lebih lama, ternyata dipahami penuh oleh para pengusaha. Tak heran jika sebagian besar iklan televisi, terutama pada penayangan acara hiburan (sinetron, reality show dan infotainment), lebih banyak ditujukan untuk kaum perempuan. Mulai dari produk-produk perawatan dan kecantikan, produk rumah tangga hingga bumbu masak.
Jika tidak hati-hati, para perempuan, terutama ibu rumah tangga, bisa terjebak perilaku konsumtif dengan membeli produk-produk yang diiklankan di televisi setiap hari. Yang lebih berbahaya, jika pembelian tidak sesuai dengan kebutuhan, terobsesi memiliki sesuatu seperti yang ditayangkan di televisi, kecantikan instan yang dijanjikan iklan produk kecantikan atau memaksakan keuangan di luar kemampuan.
Iklan televisi juga memiliki pengaruh dalam membentuk arah pemikiran penontonnya. Sejak iklan pemutih gencar ditayangkan di televisi dengan menampilkan model berkulit cerah merona, banyak orang beranggapan, perempuan yang cantik yang berkulit cerah. Begitu pula dengan produk pelangsing, dan sejenisnya.
Bahkan ada pula iklan yang menyesatkan. Misal iklan racun nyamuk semprot yang aman, dengan menampilkan model iklan ibu yang menyemprotkan racun nyamuk itu di depan anak-anak dan suaminya sementara seorang anak menghirup wangi racun nyamuk tersebut. Padahal racun tetaplah racun yang tentu saja tidak akan pernah aman. Sungguh berbahaya.

Menjadi Ibu Bijak
Lalu, apakah ibu tidak boleh menonton televisi? Tentu saja boleh, asalkan tidak melebihi 2 jam per harinya. Menurut Gerbner, mereka yang menonton televisi kurang dari 2 jam per hari termasuk low viewer, yang cenderung tak mudah terpengaruh dengan tayangan yang ditontonnya.
Kedua, ibu harus memperhatikan jam-jam menonton televisi. Jangan sampai hobi menonton televisi justru merusak quality time bersama keluarga. Usahakan tidak terikat dengan tontonan tertentu yang mengharuskannya menonton tiap hari. Apalagi pada jam belajar anak atau jam romantis bersama suami.
Ketiga, pilihlah tayangan yang mencerdaskan. Yaitu tayangan yang memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat bagi ibu. Bukan tayangan sampah seperti sinetron yang cenderung lebay, reality show dengan presenter yang suka mengolok-olok, atau infotainment yang selalu mengusik kehidupan pribadi orang meskipun public figure sekalipun.
Keempat, perbanyak membaca buku bermanfaat sehingga menyibukkan ibu dari tontonan televisi tak berguna. Akan lebih baik lagi jika ibu menyisihkan waktu sibuknya untuk membuat karya yang bermanfaat, seperti menulis, merajut dan sebagainya.
Jadilah ibu yang hangat dan peyayang, dengan menjauhkan televisi dalam kehidupan Anda. Yakinlah, hidup Anda akan lebih indah tanpa televisi. (*)

Penulis adalah PNS di Bagian Humas Setda Kabupaten Purbalingga, mantan wartawan radio dan surat kabar lokal, tengah mengambil tugas belajar di Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi UNS Solo. 


[2] Griffin, Em. 2012. A Fisrt Look At Communication Theory. Eight Edition. New York. McGraw – Hill 

(Tulisan ini dimuat pada http://satelitnews.co/berita-ibu-jangan-lamalama-di-depan-televisi.html untuk memperingati Hari Ibu Tahun 2015, dengan sedikit editing tanpa mengubah substansi)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar