Kamis, 14 Januari 2016

Transformasi Mengagumkan Mantan Buruh Migran


Orang mengenal Malikhatun Nur sebagai sosok aktivis masyarakat yang sukses mendirikan sekaligus mengelola PAUD.Siapa sangka, putri sulung seorang tokoh agama di Kecamatan Kaligondang ini pernah menjadi buruh migran (TKI pekerja kasar) yang mampu membuat keluarga majikannya tak sanggup melupakan jasanya. Ikuti transformasi kehidupannya yang sangat menginspirasi!

Liah bersama beberapa dari 70-an muridnya di KBIT Mutiara Hati Kaligondang
Perempuan paruh baya itu akrab disapa Li’ah.Tubuhnya yang mungil dibalut jilbab lebar selalu ada di setiap kegiatan kemasyarakatan di Kecamatan Kaligondang. PKK, Posdaya, BKB dan hampir setiap peringatan keagamaan dan kegiatan anak usia dini selalu melibatkan tangan dinginnya.
“Orang tua saya memang mendidik kami untuk bisa bermanfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat.Karena sebaik-baik manusia yang paling bermanfaat bagi sekitarnya,” ujar sulung enam bersaudara ini.
Tak hanya aktivitas sosial, kedua orang tuanya yang juga tokoh ormas Islam ini juga mengajarkan hidup prihatin.Meski anak seorang kepala sekolah, Li’ah tak pernah dimanjakan dengan pembantu rumah tangga.Dia harus membantu mengurus rumah, mengasuh adik-adiknya, bahkan belajar merajut.
“Bapak saya juga sangat keras mendidik agama, terutama hapalan Al Qur’an.Kalau ada kegiatan peringatan hari keagamaan, saya diwajibkan terlibat menjadi panitia dan bapak selalu minta acara itu direkam suaranya agar bapak tahu seberapa jauh kami serius dalam menjalankan amanah,” kenang istri Rokhmat Achmad Rakhmadi.
Selulus SMA, amanah menjadi guru TK juga memanggilnya. Dan selama bertahun-tahun, perempuan kelahiran 2 Oktober 1963 ini mencurahkan seluruh pikiran, tenaga dan karyanya untuk anak-anak didiknya.Sore harinya diapun masih harus mengajar mengaji di masjid setempat, yang telah digelutinya sejak masih remaja.
“Sampai di usia 25 tahun, saya merenung. Di usia itu kok saya belum berpenghasilan. Maklum guru TK ini yang mengelola yayasan yang dinahkodai ibu saya sendiri.Saya cuma digaji 35 ribu per tiga bulan. Itupun kalau ada dana,” ungkap warga Kaligondang Rt 02 RW 01 ini.
Ibarat merak yang sedang mekar-mekarnya, Li’ah tak sanggup lagi membelenggu jiwa mudanya yang ingin berpenghasilan sungguhan.Diapun merantau ke ibukota.Ternyata, mencari pekerjaan di metropolitan tak semudah yang dibayangkannya.Perempuan sederhana dan selalu tampil apa adanya ini harus luntang-luntung mencari pekerjaan kesana-kemari selama tiga bulan lamanya.
“Sampai akhirnya, atas jasa seorang tukang sapu, saya mendapat pekerjaan.Yaitu pekerjaan paling kasar dan paling rendah di sebuah pabrik.Saya sampai nggak percaya, masa untuk pekerjaan sekasar dan seberat itu, mesti ada yang bawa,” tuturnya terbata-bata. 
Di pabrik itu, Li’ah hanya bertahan setahun.Diapun kembali ke kampung halaman tanpa membawa kebanggaan.Tapi bukan Lia’ah namanya kalau menyerah. Diapun datang ke kantor Disnaker untuk mencari lowongan pekerjaan. Awalnya, Li’ah tertarik bekerja di Kalimantan. Tapi seorang staf Disnaker menyarankannya untuk menjadi buruh migran di Singapura.
“Beliau (Staf Disnaker-red) mengatakan, jarak Singapura dengan Purbalingga jauh lebih dekat daripada Kalimantan ke Purbalingga, tapi penghasilannya jauh lebih besar.Saya manut saja. Tapi saya nggak membayangkan nanti mau kerja apa,” kisahnya.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, berangkatlah Lia’ah ke penampungan buruh migran di Jakarta.Di penampungan ini, tak banyak yang dilakukan Li’ah.Dia hanya menganggur dan menganggur.Taka da pelajaran sebagai bekal berarti untuk pekerjaannya nanti.
“Saya 9 bulan di penampungan, menunggu saat diberangkatkan ke Singapura.Waktu yang sangat panjang karena saya nggak ngapa-ngapain.Sampai-sampai saya pintar main gaple (permainan kartu), sesuatu yang kalau Bapak saya tahu sudah pasti marah besar.Tapi mau bagaimana lagi, bosan sekali di penampungan,” ujarnya.
Akhir tahun 1988, akhirnya Li’ah memperoleh majikan. Itu berarti tak lama lagi dia akan berangkat ke Singapura. Li’ah bukannya tidak tahu berbagai kasus mengerikan yang menimpa para buruh migran sepertinya.Karenanya, sepanjang penerbangan, Li’ah berdoa semoga dia mendapatkan majikan yang baik hati.
Rupanya Tuhan mendengar doanya.Tuannya asli Malaka, sedang nyonya rumah juga warga Melayu yang masih keturunan Solo, Jawa Tengah.Sebuah kebetulan yang tak pernah disangkanya.Dengan cepat Li’ah belajar mengoperasikan berbagai peralatan rumah tangga yang canggih saat itu.Sebagai mantan guru TK yang juga berpengalaman mengasuh adik-adiknya, Li’ah juga sangat piawai mengasuh anak-anak majikannya.
“Setiap hari, dari mulai mereka bangun tidur, makan, mandi, berangkat dan pulang sekolah, belajar, baca tulis Al Qur’an dan bermain sampai tidur lagi itu sama saya.Sampai pelajaran bahasa Inggris, spelling Englishnya saya yang mengajarkan.Maklum meskipun tidak fasih, saya kan lulusan SMA saat itu,” katanya.
Jika majikan kecilnya tak mau belajar, Li’ah mengiming-imingi dengan koin yang dirogoh dari uang sakunya sendiri.Tak pernah sedikitpun dia menyampaikan hal ini pada Tuan dan Nyonyanya, apalagi meminta ganti rugi.Akhirnya majikan-majikan kecilnya itu menjadi semangat belajar dan menabung sekaligus.
Li’ah tidak mengelak jika dia sempat meratapi nasibnya.Saat itu pendidikan SMA sudah cukup tinggi, tapi dia hanya berprofesi sebagai asisten rumah tangga. Bagaimana perasaan kedua orang tuanya yang termasuk terpandang di masyarakat jik atahu putrinya hanya seorang babu??
Tapi prinsip saya, saya kerja apapun harus sepenuh hati, professional.Maka saya lakukan dengan ikhlas,” jelasnya.
Kepiawaian Li’ah mengasuh dan mendidik anak membuat kedua majikannya sangat percaya. Sampai-sampai ketika sang nyonya harus menuntut ilmu ke London, dua anaknya itu dipasrahkan sepenuhnya pada Li’ah selama Sembilan bulan lamanya. Setiap pekan Li’ah ditransfer uang ratusan dollar untuk memenuhi kebutuhan majikan-majikan kecilnya, padahal gaji Li’ah sendiri tidak ada lima persennya. Bisa dibayangkan bagaiman kepercayaan terlimpah pada sosoknya yang sederhana dan jujur itu?
Li’ah yang hobi merajut juga merajutkan semua pelengkap interior rumah majikannya.Mulai dari taplak meja, korden, tudung saji, sprei, kesed, dan sebagainya.Tak heran, Li’ah menjadi kesayangan majikannya bahkan dianggap sebagai bagian dari keluarganya.
Meski begitu, Li’ah tak mungkin akan terus menerus menjadi ‘babu’. Di usianya yang ke-29, orang tuanya telah mewanti-wanti agar dirinya segera menikah.Diapun kembali ke tanah air, dan tahun 1992 langsung dinikahi seorang duda tanpa anak yang selisih usianya lebih tua 20 tahun darinya.Sejak menikah, Li’ah hanya menyibukkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial dan keagamaan sebagaimaa sebelum dia memutuskan bekerja saat lajang dulu.

Ujian Tanpa Anak
Meskipun piawai mendidik anak, ternyata Allah mentakdirkan pernikahannya tanpa keturunan. Pada awal-awal pernikahannya, Li’ah sering sakit hati ketika ada orang yang mengatakannya mandul atau gabug.
“Tapi tahun 2000 atau 8 tahun setelah saya menikah, ternyata saya hamil. Saya bahagia sekali. Meskipun saat kehamilan memasuki usia 6 bulan, Allah kembali memberikan ujian. Janin saya gugur. Dan hingga saya menopause, saya ditakdirkan untuk tidak memiliki keturunan,” ujarnya tegar.
Kehamilannya itu ternyata memberikan banyak hikmah baginya. Setidaknya dia lega, karena dia tidak mandul sebagaimana dituduhkan orang-orang padanya. Dan diapun lebih tegar jika ada yang masih menggunjingnya atau menghina kondisinya itu.
“Saya jadi lebih tegar, tenang dan santai ketika orang mengatakan saya mandul atau gabug.Entah mengapa saya juga jadi lebih cinta, sayang dan hormat pada suami. Saya juga merasa suami saya berlaku demikian,” paparnya.
Li’ah pantang larut dalam kesedihan. Selain aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan keagamaan, Li’ah kembali direkrut menjadi guru TK dimana dulu dia pernah bekerja. Tahun 2004, karena dianggap sudah tak sejalan dengan ideologi yayasan, Li’ah dikeluarkan dari TK.
Tapi, sebuah TK berbasis keagamaan yang cukup bergengsi di Purbalingga dengan senang hati merekrutnya karena tahu kapasitas dan kompetensi Li’ah dalam mendidik anak usia dini. Tapi, hal ini justru membuat ibundanya marah besar.
“ibu saya marah sekali. Beliau bilang, beliau mendidik saya itu untuk mengabdi pada masyarakat terdekat, bukan untuk orang yang jauh-jauh. Tapi bapak saya lebih bijaksana. Beliau membolehkan saya bekerja di TK di kota itu, sebagai upaya menimba ilmu agar kelak mampu mengaplikasikan di lingkungan terdekat,” kenangnya.
Atas motivasi sang ayah, Li’ah dengan sepenuh hati dan perhatian, menyerap semua ilmu yang didapatkannya selama menjadi guru di TK tersebut. Genap 14 bulan bekerja, Li’ah memantapkan diri keluar secara baik-baik. Dengan dibantu oleh adik bungsunya, Kholidin Djamali, Li’ah merintis PAUD dengan konsep sama persis dengan TK bergengsi tempat dimana dia bekerja, hanya saja, PAUD-nya tidak memungut biaya sama sekali.
Seluruh keluarganya memberikan support penuh atas keputusannya. Sang adik nomer lima yang seorang guru tidak tetap (GTT), Siti Barokah, menghibahkan bantuan rumah untuk GTT dari Kementerian Perumahan RI untuk gedung PAUDnya. Kedua orang tuanya juga berandil besar baik materiil maupun non materiil. Dan tentu saja tak ketinggalan sang suami yang selalu mendukungnya berkiprah.
“Awalnya hanya 35 anak.Gurunya hanya saya seorang diri. Saya merekrutnya juga setelah TK-TK lain sudah tutup dan sudah mulai proses belajar mengajarnya. Sasaran saya juga bukan anak-anak usia TK, tapi anak-anak di bawah 4,5 tahun,” jelas perempuan yang menamai PAUDnya KBIT Mutiara Hati.
Meskipun sasaran berbeda dengan TK-TK yang ada, bukan berarti perjuangan Li’ah berjalan mulus. Lia’h dianggap kompetitor. Padahal, sebagai pengurus BKB, Posyandu dan PKK, Li’ah memang mendapat amanah mendirikan pos PAUD di wilayahnya.
Berkat support keluarga, Li’ah bertahan. Dalam kurun 1,5 tahun, para orang tua siswa mulai melihat kemajuan signifikan pada aspek akademik, talenta maupun keagamaan putra-putri yang mereka titipkan pada Li’ah. Akhirnya, dari mulut ke mulut, semakin lama semakin banyak orang tua yang mempercayakan pendidikannya pada Li’ah.
“Lalu saya rekrut lulusan SMP dan SMA yang aktif di pengajian dan kegiatan masyarakat. Saya memilih mereka karena mereka terbiasa kerja ikhlas dan sepenuh hati. Ini penting karena PAUD yang saya dirikan, tidak memungut biaya sama sekali,” jelasnya.
Dengan uang saku yang diberikan suami, keluarga besar dan berburu donatur, Li’ah berhasil membeli alat-alat permainan edukatif dan alat peraga pendidikan. Melihat hal ini, para orang tua murid menyadari, jika operasional itu butuh biaya sangat besar. Merekapun mengusulkan agar ada iuran. Meskipun begitu, ada juga orang tua yang hanya sanggup iur Rp 1000/ bulan. Li’ah bisa mulai menyisihkan untuk memberikan jerih lelah para guru yang mendampinginya.Jika awalnya hanya 35 siswa dengan satu guru, kini siswanya sudah lebih dari 70 anak dengan dibantu 8 guru.

Kejutan Sang Mantan Majikan
Siapa menanam kebaikan, dia akan memanen kebaikan pula. Itulah yang terjadi pada Li’ah. Pada suatu hari, saat dia sedang sibuk mengajar di PAUD, adiknya datang tergopoh memberitahukan sebuah informasi yang sangat mengejutkan.Mantan majikannya datang dari Singapura ke Kaligondang, hanya untuk menemuinya.
“Anak majikan saya yang sulung, yang dulu kelas 3 SD, ternyata sudah berkeluarga dan memiliki 2 anak. Dia datang ke Kaligondang ingin mengetahui kabar saya. Dia juga ingin mengadakan aqiqah anaknya yang kedua itu di tempat saya,” kisahnya.
Liah bersama mantan majikan ciliknya yang kini telah berkeluarga, Ezzarina Bte Amir
Anak majikannya itu datang bersama kedua orang tuanya, kedua anaknya, adiknya dan juga eyangnya yang asli Solo yang hanya bisa duduk di kursi roda. Melihat berbagai kegiatan positif yang dilakukan Li’ah membuat mereka terharu. Jika semula mereka ingin meminta Li’ah kembali ke Singapura, saat itu mereka justru ingin membantu perjuangan Li’ah dalam menjadikan PAUD lebih berkualitas.
“Yang unik, ternyata sang eyang yang asli Solo itu nggak tahu kalau dia mau dibawa ke rumah saya. Di hotel dia nggak bisa tidur dan minta pulang ke Singapura. Setelah dibujuk-bujuk, barulah ketahuan, ternyata Si Eyang itu ingin pulang ke Singapura karena ingin ambil uang untuk diberikan kepada saya,” ujarnya haru.
Karenanya, anak dan cucunya menenangkan sang eyang. Merekapun menyumbangkan uang senilai 500 dollar Singapura atas nama sang eyang kepada Li’ah. Tak hanya itu, ternyata mereka malah bertanya kepada Li’ah apa yang dia butuhkan. Saat itu, Li’ah bingung mau menjawab apa. Lalu dia tanya pada adiknya, Kholidin. Kholidin mengusulkan laptop untuk mengatur administrasi dan tata usaha PAUD.
“Tapi mantan majikan saya menganggap usulan itu tidak tepat. Jadi beliau malah ngasih saya uang 10 juta rupiah plus alat tulis lengkap yang jumlahnya sangat banyak.  Sampai sekarang alat tulis itu masih ada, dan cukup untuk beberapa angkatan,” tambah mantan Ketua Himpaudi Kecamatan Kaligondnag periode
Lalu apa lagi sebenarnya cita-cita yang ingin diwujudkan Li’ah di masa depan? Rupanya Li’ah bermimpi ingin membesarkan PAUDnya, dan membuat sekolah lanjutannya berupa SD dengan konsep yang sama seperti SD Islam bergengsi di Purbalingga, namun dengan biaya yang tetap terjangkau masyarakat setempat. Waw! Sebuah transformasi mengagumkan dari sosok buruh migran. Semoga Allah mengabulkan semua cita-cita muliamu Bu Li’ah. (Estining Pamungkas)


(Feature ini pernah dimuat dalam Majalah Pemkab Derap Perwira Edisi 97 Tahun 2014)

1 komentar:

  1. Nama saya vernesa wilson, dan saya berbasis di USA ... hidup saya kembali !!! Setelah 1 tahun berpisah, suami saya meninggalkan saya dengan dua anak. Saya merasa hidup saya akan berakhir, saya hampir bunuh diri, secara emosi saya turun untuk waktu yang sangat lama. Berkat kru mantra yang disebut Dr odudu yang saya temui secara online. Dalam satu hari yang setia, saat saya browsing melalui internet, saya menemukan banyak kesaksian tentang pemeran kastor ini. Beberapa orang bersaksi bahwa dia membawa kekasih Ex mereka ke belakang, beberapa bersaksi bahwa dia memulihkan rahim, menyembuhkan kanker, dan penyakit lainnya, beberapa memberi kesaksian bahwa dia bisa memberi mantra untuk menghentikan perceraian dan sebagainya. Saya juga menemukan satu kesaksian khusus, ini tentang seorang wanita bernama Sonia, dia memberi kesaksian tentang bagaimana dia mengembalikan kekasih Ex-nya dalam waktu kurang dari 2 hari, dan pada akhir kesaksiannya dia menjatuhkan alamat e-mail Dr. odudu. Setelah membaca semua ini, saya memutuskan untuk mencobanya. Saya menghubungi dia via email dan menjelaskan masalah saya padanya. Hanya dalam 48 jam, suami saya kembali kepada saya. Kami memecahkan masalah kami, dan kami bahkan lebih bahagia dari sebelumnya, Dr odudu benar-benar orang yang berbakat dan saya tidak akan berhenti mempublikasikannya karena dia adalah orang yang hebat ... Jika Anda memiliki masalah dan Anda mencari Caster Charms asli dan asli Untuk memecahkan semua masalah Anda untuk Anda Cobalah Tinggi kapan saja untuk menghubungi dia melalui email, dia mungkin adalah jawaban atas masalah Anda. Inilah kontaknya: odudumaraba@yahoo.com

    BalasHapus