Orang mengenal Malikhatun Nur sebagai sosok aktivis masyarakat yang sukses mendirikan sekaligus mengelola PAUD.Siapa sangka, putri sulung seorang tokoh agama di Kecamatan Kaligondang ini pernah menjadi buruh migran (TKI pekerja kasar) yang mampu membuat keluarga majikannya tak sanggup melupakan jasanya. Ikuti transformasi kehidupannya yang sangat menginspirasi!
![]() |
Liah bersama beberapa dari 70-an muridnya di KBIT Mutiara Hati Kaligondang |
Perempuan paruh baya itu akrab disapa
Li’ah.Tubuhnya yang mungil dibalut jilbab lebar selalu ada di setiap kegiatan
kemasyarakatan di Kecamatan Kaligondang. PKK, Posdaya, BKB dan hampir setiap
peringatan keagamaan dan kegiatan anak usia dini selalu melibatkan tangan
dinginnya.
“Orang tua saya memang mendidik kami untuk bisa
bermanfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat.Karena sebaik-baik manusia yang
paling bermanfaat bagi sekitarnya,” ujar sulung enam bersaudara ini.
Tak hanya aktivitas sosial, kedua orang tuanya
yang juga tokoh ormas Islam ini juga mengajarkan hidup prihatin.Meski anak
seorang kepala sekolah, Li’ah tak pernah dimanjakan dengan pembantu rumah
tangga.Dia harus membantu mengurus rumah, mengasuh adik-adiknya, bahkan belajar
merajut.
“Bapak saya juga sangat keras mendidik agama,
terutama hapalan Al Qur’an.Kalau ada kegiatan peringatan hari keagamaan, saya
diwajibkan terlibat menjadi panitia dan bapak selalu minta acara itu direkam
suaranya agar bapak tahu seberapa jauh kami serius dalam menjalankan amanah,”
kenang istri Rokhmat Achmad Rakhmadi.
Selulus SMA, amanah menjadi guru TK juga
memanggilnya. Dan selama bertahun-tahun, perempuan kelahiran 2 Oktober 1963 ini
mencurahkan seluruh pikiran, tenaga dan karyanya untuk anak-anak didiknya.Sore
harinya diapun masih harus mengajar mengaji di masjid setempat, yang telah
digelutinya sejak masih remaja.
“Sampai di usia 25 tahun, saya merenung. Di usia
itu kok saya belum berpenghasilan. Maklum guru TK ini yang mengelola yayasan
yang dinahkodai ibu saya sendiri.Saya cuma digaji 35 ribu per tiga bulan.
Itupun kalau ada dana,” ungkap warga Kaligondang Rt 02 RW 01 ini.
Ibarat merak yang sedang mekar-mekarnya, Li’ah tak
sanggup lagi membelenggu jiwa mudanya yang ingin berpenghasilan
sungguhan.Diapun merantau ke ibukota.Ternyata, mencari pekerjaan di
metropolitan tak semudah yang dibayangkannya.Perempuan sederhana dan selalu
tampil apa adanya ini harus luntang-luntung mencari pekerjaan kesana-kemari
selama tiga bulan lamanya.
“Sampai akhirnya, atas jasa seorang tukang sapu,
saya mendapat pekerjaan.Yaitu pekerjaan paling kasar dan paling rendah di
sebuah pabrik.Saya sampai nggak percaya, masa untuk pekerjaan sekasar dan
seberat itu, mesti ada yang bawa,” tuturnya terbata-bata.
Di pabrik itu, Li’ah hanya bertahan setahun.Diapun
kembali ke kampung halaman tanpa membawa kebanggaan.Tapi bukan Lia’ah namanya
kalau menyerah. Diapun datang ke kantor Disnaker untuk mencari lowongan
pekerjaan. Awalnya, Li’ah tertarik bekerja di Kalimantan. Tapi seorang staf
Disnaker menyarankannya untuk menjadi buruh migran di Singapura.
“Beliau (Staf Disnaker-red) mengatakan, jarak
Singapura dengan Purbalingga jauh lebih dekat daripada Kalimantan ke
Purbalingga, tapi penghasilannya jauh lebih besar.Saya manut saja. Tapi saya
nggak membayangkan nanti mau kerja apa,” kisahnya.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, berangkatlah
Lia’ah ke penampungan buruh migran di Jakarta.Di penampungan ini, tak banyak
yang dilakukan Li’ah.Dia hanya menganggur dan menganggur.Taka da pelajaran
sebagai bekal berarti untuk pekerjaannya nanti.
“Saya 9 bulan di penampungan, menunggu saat
diberangkatkan ke Singapura.Waktu yang sangat panjang karena saya nggak
ngapa-ngapain.Sampai-sampai saya pintar main gaple (permainan kartu), sesuatu yang kalau Bapak saya tahu sudah pasti
marah besar.Tapi mau bagaimana lagi, bosan sekali di penampungan,” ujarnya.
Akhir tahun 1988, akhirnya Li’ah memperoleh
majikan. Itu berarti tak lama lagi dia akan berangkat ke Singapura. Li’ah
bukannya tidak tahu berbagai kasus mengerikan yang menimpa para buruh migran
sepertinya.Karenanya, sepanjang penerbangan, Li’ah berdoa semoga dia
mendapatkan majikan yang baik hati.
Rupanya Tuhan mendengar doanya.Tuannya asli Malaka,
sedang nyonya rumah juga warga Melayu yang masih keturunan Solo, Jawa Tengah.Sebuah
kebetulan yang tak pernah disangkanya.Dengan cepat Li’ah belajar mengoperasikan
berbagai peralatan rumah tangga yang canggih saat itu.Sebagai mantan guru TK
yang juga berpengalaman mengasuh adik-adiknya, Li’ah juga sangat piawai
mengasuh anak-anak majikannya.
“Setiap hari, dari mulai mereka bangun tidur,
makan, mandi, berangkat dan pulang sekolah, belajar, baca tulis Al Qur’an dan
bermain sampai tidur lagi itu sama saya.Sampai pelajaran bahasa Inggris,
spelling Englishnya saya yang mengajarkan.Maklum meskipun tidak fasih, saya kan
lulusan SMA saat itu,” katanya.
Jika majikan kecilnya tak mau belajar, Li’ah
mengiming-imingi dengan koin yang dirogoh dari uang sakunya sendiri.Tak pernah
sedikitpun dia menyampaikan hal ini pada Tuan dan Nyonyanya, apalagi meminta
ganti rugi.Akhirnya majikan-majikan kecilnya itu menjadi semangat belajar dan
menabung sekaligus.
Li’ah tidak mengelak jika dia sempat meratapi
nasibnya.Saat itu pendidikan SMA sudah cukup tinggi, tapi dia hanya berprofesi
sebagai asisten rumah tangga. Bagaimana perasaan kedua orang tuanya yang
termasuk terpandang di masyarakat jik atahu putrinya hanya seorang babu??
Tapi prinsip saya, saya kerja apapun harus sepenuh hati, professional.Maka saya lakukan dengan ikhlas,” jelasnya.
Tapi prinsip saya, saya kerja apapun harus sepenuh hati, professional.Maka saya lakukan dengan ikhlas,” jelasnya.
Kepiawaian Li’ah mengasuh dan mendidik anak
membuat kedua majikannya sangat percaya. Sampai-sampai ketika sang nyonya harus
menuntut ilmu ke London, dua anaknya itu dipasrahkan sepenuhnya pada Li’ah
selama Sembilan bulan lamanya. Setiap pekan Li’ah ditransfer uang ratusan dollar
untuk memenuhi kebutuhan majikan-majikan kecilnya, padahal gaji Li’ah sendiri
tidak ada lima persennya. Bisa dibayangkan bagaiman kepercayaan terlimpah pada
sosoknya yang sederhana dan jujur itu?
Li’ah yang hobi merajut juga merajutkan semua
pelengkap interior rumah majikannya.Mulai dari taplak meja, korden, tudung
saji, sprei, kesed, dan sebagainya.Tak heran, Li’ah menjadi kesayangan
majikannya bahkan dianggap sebagai bagian dari keluarganya.
Meski begitu, Li’ah tak mungkin akan terus menerus
menjadi ‘babu’. Di usianya yang ke-29, orang tuanya telah mewanti-wanti agar
dirinya segera menikah.Diapun kembali ke tanah air, dan tahun 1992 langsung
dinikahi seorang duda tanpa anak yang selisih usianya lebih tua 20 tahun
darinya.Sejak menikah, Li’ah hanya menyibukkan diri dalam aktivitas-aktivitas
sosial dan keagamaan sebagaimaa sebelum dia memutuskan bekerja saat lajang
dulu.
Ujian Tanpa Anak
Meskipun piawai mendidik anak, ternyata Allah
mentakdirkan pernikahannya tanpa keturunan. Pada awal-awal pernikahannya, Li’ah
sering sakit hati ketika ada orang yang mengatakannya mandul atau gabug.
“Tapi tahun 2000 atau 8 tahun setelah saya
menikah, ternyata saya hamil. Saya bahagia sekali. Meskipun saat kehamilan
memasuki usia 6 bulan, Allah kembali memberikan ujian. Janin saya gugur. Dan
hingga saya menopause, saya ditakdirkan untuk tidak memiliki keturunan,”
ujarnya tegar.
Kehamilannya itu ternyata memberikan banyak hikmah
baginya. Setidaknya dia lega, karena dia tidak mandul sebagaimana dituduhkan
orang-orang padanya. Dan diapun lebih tegar jika ada yang masih menggunjingnya
atau menghina kondisinya itu.
“Saya jadi lebih tegar, tenang dan santai ketika
orang mengatakan saya mandul atau gabug.Entah mengapa saya juga jadi lebih
cinta, sayang dan hormat pada suami. Saya juga merasa suami saya berlaku
demikian,” paparnya.
Li’ah pantang larut dalam kesedihan. Selain aktif
dalam kegiatan bermasyarakat dan keagamaan, Li’ah kembali direkrut menjadi guru
TK dimana dulu dia pernah bekerja. Tahun 2004, karena dianggap sudah tak sejalan
dengan ideologi yayasan, Li’ah dikeluarkan dari TK.
Tapi, sebuah TK berbasis keagamaan yang cukup bergengsi
di Purbalingga dengan senang hati merekrutnya karena tahu kapasitas dan
kompetensi Li’ah dalam mendidik anak usia dini. Tapi, hal ini justru membuat
ibundanya marah besar.
“ibu saya marah sekali. Beliau bilang, beliau
mendidik saya itu untuk mengabdi pada masyarakat terdekat, bukan untuk orang
yang jauh-jauh. Tapi bapak saya lebih bijaksana. Beliau membolehkan saya
bekerja di TK di kota itu, sebagai upaya menimba ilmu agar kelak mampu
mengaplikasikan di lingkungan terdekat,” kenangnya.
Atas motivasi sang ayah, Li’ah dengan sepenuh hati
dan perhatian, menyerap semua ilmu yang didapatkannya selama menjadi guru di TK
tersebut. Genap 14 bulan bekerja, Li’ah memantapkan diri keluar secara
baik-baik. Dengan dibantu oleh adik bungsunya, Kholidin Djamali, Li’ah merintis
PAUD dengan konsep sama persis dengan TK bergengsi tempat dimana dia bekerja,
hanya saja, PAUD-nya tidak memungut biaya sama sekali.
Seluruh keluarganya memberikan support penuh atas
keputusannya. Sang adik nomer lima yang seorang guru tidak tetap (GTT), Siti
Barokah, menghibahkan bantuan rumah untuk GTT dari Kementerian Perumahan RI
untuk gedung PAUDnya. Kedua orang tuanya juga berandil besar baik materiil
maupun non materiil. Dan tentu saja tak ketinggalan sang suami yang selalu
mendukungnya berkiprah.
“Awalnya hanya 35 anak.Gurunya hanya saya seorang
diri. Saya merekrutnya juga setelah TK-TK lain sudah tutup dan sudah mulai
proses belajar mengajarnya. Sasaran saya juga bukan anak-anak usia TK, tapi
anak-anak di bawah 4,5 tahun,” jelas perempuan yang menamai PAUDnya KBIT
Mutiara Hati.
Meskipun sasaran berbeda dengan TK-TK yang ada,
bukan berarti perjuangan Li’ah berjalan mulus. Lia’h dianggap kompetitor. Padahal,
sebagai pengurus BKB, Posyandu dan PKK, Li’ah memang mendapat amanah mendirikan
pos PAUD di wilayahnya.
Berkat support keluarga, Li’ah bertahan. Dalam
kurun 1,5 tahun, para orang tua siswa mulai melihat kemajuan signifikan pada aspek
akademik, talenta maupun keagamaan putra-putri yang mereka titipkan pada Li’ah.
Akhirnya, dari mulut ke mulut, semakin lama semakin banyak orang tua yang
mempercayakan pendidikannya pada Li’ah.
“Lalu saya rekrut lulusan SMP dan SMA yang aktif
di pengajian dan kegiatan masyarakat. Saya memilih mereka karena mereka
terbiasa kerja ikhlas dan sepenuh hati. Ini penting karena PAUD yang saya
dirikan, tidak memungut biaya sama sekali,” jelasnya.
Dengan uang saku yang diberikan suami, keluarga
besar dan berburu donatur, Li’ah berhasil membeli alat-alat permainan edukatif
dan alat peraga pendidikan. Melihat hal ini, para orang tua murid menyadari,
jika operasional itu butuh biaya sangat besar. Merekapun mengusulkan agar ada
iuran. Meskipun begitu, ada juga orang tua yang hanya sanggup iur Rp 1000/
bulan. Li’ah bisa mulai menyisihkan untuk memberikan jerih lelah para guru yang
mendampinginya.Jika awalnya hanya 35 siswa dengan satu guru, kini siswanya
sudah lebih dari 70 anak dengan dibantu 8 guru.
Kejutan Sang Mantan Majikan
Siapa menanam kebaikan, dia akan memanen kebaikan
pula. Itulah yang terjadi pada Li’ah. Pada suatu hari, saat dia sedang sibuk
mengajar di PAUD, adiknya datang tergopoh memberitahukan sebuah informasi yang
sangat mengejutkan.Mantan majikannya datang dari Singapura ke Kaligondang,
hanya untuk menemuinya.
“Anak majikan saya yang sulung, yang dulu kelas 3
SD, ternyata sudah berkeluarga dan memiliki 2 anak. Dia datang ke Kaligondang
ingin mengetahui kabar saya. Dia juga ingin mengadakan aqiqah anaknya yang
kedua itu di tempat saya,” kisahnya.
![]() |
Liah bersama mantan majikan ciliknya yang kini telah berkeluarga, Ezzarina Bte Amir |
Anak majikannya itu datang bersama kedua orang
tuanya, kedua anaknya, adiknya dan juga eyangnya yang asli Solo yang hanya bisa
duduk di kursi roda. Melihat berbagai kegiatan positif yang dilakukan Li’ah
membuat mereka terharu. Jika semula mereka ingin meminta Li’ah kembali ke
Singapura, saat itu mereka justru ingin membantu perjuangan Li’ah dalam
menjadikan PAUD lebih berkualitas.
“Yang unik, ternyata sang eyang yang asli Solo itu
nggak tahu kalau dia mau dibawa ke rumah saya. Di hotel dia nggak bisa tidur
dan minta pulang ke Singapura. Setelah dibujuk-bujuk, barulah ketahuan,
ternyata Si Eyang itu ingin pulang ke Singapura karena ingin ambil uang untuk
diberikan kepada saya,” ujarnya haru.
Karenanya, anak dan cucunya menenangkan sang eyang.
Merekapun menyumbangkan uang senilai 500 dollar Singapura atas nama sang eyang
kepada Li’ah. Tak hanya itu, ternyata mereka malah bertanya kepada Li’ah apa
yang dia butuhkan. Saat itu, Li’ah bingung mau menjawab apa. Lalu dia tanya
pada adiknya, Kholidin. Kholidin mengusulkan laptop untuk mengatur administrasi
dan tata usaha PAUD.
“Tapi mantan majikan saya menganggap usulan itu
tidak tepat. Jadi beliau malah ngasih saya uang 10 juta rupiah plus alat tulis
lengkap yang jumlahnya sangat banyak.
Sampai sekarang alat tulis itu masih ada, dan cukup untuk beberapa angkatan,”
tambah mantan Ketua Himpaudi Kecamatan Kaligondnag periode
Lalu apa lagi sebenarnya cita-cita yang ingin
diwujudkan Li’ah di masa depan? Rupanya Li’ah bermimpi ingin membesarkan
PAUDnya, dan membuat sekolah lanjutannya berupa SD dengan konsep yang sama
seperti SD Islam bergengsi di Purbalingga, namun dengan biaya yang tetap
terjangkau masyarakat setempat. Waw! Sebuah transformasi mengagumkan dari sosok
buruh migran. Semoga Allah mengabulkan semua cita-cita muliamu Bu Li’ah. (Estining
Pamungkas)
(Feature ini
pernah dimuat dalam Majalah Pemkab Derap Perwira Edisi 97 Tahun 2014)
Nama saya vernesa wilson, dan saya berbasis di USA ... hidup saya kembali !!! Setelah 1 tahun berpisah, suami saya meninggalkan saya dengan dua anak. Saya merasa hidup saya akan berakhir, saya hampir bunuh diri, secara emosi saya turun untuk waktu yang sangat lama. Berkat kru mantra yang disebut Dr odudu yang saya temui secara online. Dalam satu hari yang setia, saat saya browsing melalui internet, saya menemukan banyak kesaksian tentang pemeran kastor ini. Beberapa orang bersaksi bahwa dia membawa kekasih Ex mereka ke belakang, beberapa bersaksi bahwa dia memulihkan rahim, menyembuhkan kanker, dan penyakit lainnya, beberapa memberi kesaksian bahwa dia bisa memberi mantra untuk menghentikan perceraian dan sebagainya. Saya juga menemukan satu kesaksian khusus, ini tentang seorang wanita bernama Sonia, dia memberi kesaksian tentang bagaimana dia mengembalikan kekasih Ex-nya dalam waktu kurang dari 2 hari, dan pada akhir kesaksiannya dia menjatuhkan alamat e-mail Dr. odudu. Setelah membaca semua ini, saya memutuskan untuk mencobanya. Saya menghubungi dia via email dan menjelaskan masalah saya padanya. Hanya dalam 48 jam, suami saya kembali kepada saya. Kami memecahkan masalah kami, dan kami bahkan lebih bahagia dari sebelumnya, Dr odudu benar-benar orang yang berbakat dan saya tidak akan berhenti mempublikasikannya karena dia adalah orang yang hebat ... Jika Anda memiliki masalah dan Anda mencari Caster Charms asli dan asli Untuk memecahkan semua masalah Anda untuk Anda Cobalah Tinggi kapan saja untuk menghubungi dia melalui email, dia mungkin adalah jawaban atas masalah Anda. Inilah kontaknya: odudumaraba@yahoo.com
BalasHapus