Jenuh dengan rutinitas harian? Yuk hiking ke Bukit Njelir dan nikmati serunya caving (susur gua) di Goa Lorong Kereta. Mau?
![]() |
Asiknya caving merayap dan mandi lumpur di Goa Lorong Kereta |
Bukit Njelir dan Goa Lorong Kereta ada di satu
lokasi: Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja. Dari Alun-alun Purbalingga, hanya butuh
waktu sekitar 30-45 menit ke arah Pemalang untuk sampai di Gerbang Goa Lawa.
Ya, kita mesti transit dulu di Basecamp Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa
Siwarak yang berada di kompleks goa paling ternama di Bumi Perwira itu.
Matahari sudah cukup tinggi saat kaki kami menjejak
Desa Siwarak. Jarum jam di layar ponsel menunjuk pukul 09.00 WIB. Cukup panas
memang. Tapi tak menyurutkan semangat kami menaklukkan Bukit Njelir. Salah satu
bukit tertinggi di desa yang dikenal sebagai sentra nanas itu.
Di pelataran gerbang Goa Lawa, Tomo, Ketua
Pokdarwis Desa Siwarak sudah menunggu kami. Pria kurus berkulit legam dengan
rambut sebahu inilah yang akan memimpin penjelajahan kami ke Bukit Njelir.
Sebagian barang bawaan, kami titipkan di basecamp.
Disana telah ada empat anak muda berseragam olahraga yang bertugas menjadi tim
pemandu mendampingi Tomo. Dan, perjalanan kamipun dimulai!
Bagi mereka yang telah terbiasa hiking atau mendaki
gunung, perjalanan menuju puncak Bukit Njelir hanya butuh waktu kurang lebih
satu jam. Tapi bagi pemula atau yang gemar berfoto, durasi perjalanan bisa
lebih lama.
Menurut Tomo, Njelir berarti tinggi. Namun, bukit
ini sebenarnya bukan bukit paling tinggi di Desa Siwarak. Yang tertinggi justru
Bukit Kelir yang lokasinya tak terlalu jauh dari Njelir. Menurut Tomo, hingga
saat ini belum ada alat yang akurat menghitung ketinggian kedua bukit itu.
“Cuma kalau diukur menggunakan geocam, Bukit Njelir
sekitar 1000 mdpl sedangkan Bukit Kelir 1100 mdpl,” ungkapnya.
![]() |
Perjalanan di tengah hutan |
Untuk mencapai puncak Njelir, kami melalui ladang
para petani setempat. Hamparan kebun nanas, seledri, kol dan jagung menjadi
pemandangan yang mengiringi penjelajahan kali ini.
Perjalanan terus menanjak. Beberapa kali kami harus
melalui powotan (jembatan bambu) yang
melintang di atas anak sungai dengan air mengalir deras nan jernih. Beruntung,
pagi itu cukup cerah. Tak ada tanda-tanda hujan akan mengguyur.
Mentari semakin meninggi seiring semakin tingginya
keberadaan kami. Namun, semilir angin gunung sesekali mengibas tubuh kami yang
mulai bermandi peluh. Setelah satu jam perjalanan, kami belum juga sampai.
Suara desahan nafas memburu mulai terdengar dari para peserta yang mengaku
telah lama tidak berolahraga.
“Kita berhenti disini dulu tidak apa!” seru Tomo
dari atas bukit.
Menurut Tomo, perjalanan kami sebenarnya tinggal
lima menit lagi sampai ke bukit. Tapi, melihat para peserta mulai lunglai,
untuk ketiga kalinya kami memutuskan istirahat. Mengisi kerongkongan dengan
segarnya air yang kami bawa dari rumah. Mengatur nafas dan detak jantung, serta
mengeringkan cucuran keringat di sekujur tubuh.
Di tempat istirahat kali ini, kami duduk di salah
satu tebing yang cukup longgar. Cukuplah untuk lima belas orang beristirahat.
Tak ada lagi tanah pertanian. Hanya pepohonan pinus dengan aroma harum segar
menguar, Sungguh menenangkan. Apalagi saya juga ditemani suami tercinta. Rasanya seperti masih pengantin baru...asik...asik....jangan ngiri ya...hehe...
![]() |
Bukan Prewedding ^_^ |
Dari tebing ini, kami dapat melihat sebagian besar Desa
Siwarak dan sedikit bagian Desa Tlahab Lor. Kami juga dapat melihat gerbang Goa
Lawa dimana kami memulai perjalanan tadi. Nun jauh disana, kami juga melihat Bukit
Kelir yang menjulang menembus awan.
“Ayo naik lagi. Tinggal lima menit lagi,” seru Tomo
seraya menepukkan tangan keras menyemangati kami yang telah kembali segar.
![]() |
Hiking di sela-sela pendakian |
Betul kata Tomo, sekitar lima menit kemudian kami
telah sampai ke puncak. Di puncak Bukit Njelir, kami tak hanya bisa melihat
Desa Siwarak. Kami juga bisa melihat Desa Tlahab Lor di Kecamatan Karangreja
atau bahkan Kecamatan Belik di Kabupaten Pemalang.
Keempat anggota tim pemandu, ternyata sudah
mempersiapkan beberapa cangkir kopi panas dan beberapa iris buah nanas yang
legit segar. Nanas Desa Siwarak berbeda dari nanas umumnya. Orang-orang
menyebutnya Nanas Batu. Ukurannya hanya sekepalan tangan orang dewasa. Tapi
jangan salah, aromanya segar, rasanyapun manis, hampir tidak terasa asam.
“Desa Siwarak memang dikenal sebagai sentra Nanas
Batu,” ujar Tomo.
Tomo mengatakan saat ini pemerintahan desa yang
dipimpin oleh Kades Suratman dibantu dinas-dinas terkait tengah mengembangkan
makanan dan minuman olahan dari buah nanas. Ada selai, sirup, jus dan
macam-macam lainnya. Ke depan, makanan dan minuman olahan ini akan menjadi buah
tangan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Siwarak.
Kami masih di puncak Njelir. Angin gunung membelai
lembut tubuh kami yang kelelahan. Sambil menikmati kopi panas, irisan nanas dan
perbekalan yang kami bawa, kamipun menyimak penjelasan Tomo.
“Kalau dari sini, bisa lihat sunrise juga. Tapi
mesti berkemah, atau memulai perjalanan malam hari,” jelasnya.
![]() |
Puncak Njelir |
Bagi para petualang sejati dan pecinta alam, ini
tentu tantangan yang menggiurkan. Sebenarnya kamipun menginginkannya. Namun
mengingat banyak agenda yang tak dapat kami tinggalkan dan tanggung jawab
terhadap keluarga, tantangan ini sementara hanya kami simpan.
Setelah puas menikmati pesona alam di atas puncak
Njelir, kamipun segera turun. Menuruni bukit memang jauh lebih mudah daripada
mendaki. Meski begitu, tidak disarankan menggunakan sepatu tertutup. Karena
jempol kaki akan memar akibat terantuk sepatu saat tengah menuruni bukit. Lebih
baik, gunakan sandal gunung yang nyaman.
Hanya butuh waktu kurang satu jam kami sampai kembali
ke basecamp. Setelah membersihkan diri dan sholat dzuhur, kami dipersilahkan menikmati
makan siang. Makan siang yang disediakan Pokdarwis Siwarak sungguh menggoda
selera. Nasi jagung hangat, tumis daun singkong dan lodeh sayur bayam yang
nylekamin, mendoan panas, rempeyek udang super gurih, sambal terasi dan sambal
ijo yang mantap. Hmmm….Nyamnyam pokoknya….
![]() |
Suguhan Sega Jagung, tumis daun singkong dan mendoan panas yang nylekamiin... |
Seru-seruan Caving di Lorong
Kereta
Setelah perut terisi, keringat mengering dan fisik
kembali bugar, Tomo mengajak kami kembali berpetualang. Kali ini kami diajak
susur goa atau caving di Goa Lorong Kereta. Goa Lorong Kereta memang belum
cukup dikenal, karena memang pengerukannya belum terlalu lama dilakukan.
Disebut Goa Lorong Kereta karena bentuk goa memanjang seperti kereta.
Sebelum berangkat, kami diminta menggunakan helm
pengaman dan senter kepala. Helm pengaman ini cukup penting untuk melindungi
kepala dari langit-langit goa yang memang pendek bahkan ada yang sangat pendek.
Goa Lorong Kereta berada di areal Goa Lawa. Mulut
goa terdiri dari dua lorong, kanan dan kiri. Jika kita masuk goa di sebelah
kanan, medan jalannya tidak terlalu berat. Hanya saja kita mesti membungkuk
sehingga bagi yang belum terbiasa atau orang tua, bisa mengeluh sakit pinggang.
Sedangkan goa di sebelah kiri, masuk kategori minat
khusus. Dan kali ini, kami ditantang Tomo untuk menjajalnya. Seperti apa yah?
Goa Lorong Kereta minat khusus sama seperti goa di
sebelah kanan, tidak disediakan lampu atau pencahayaan. Hal ini justru semakin
memacu adrenalin kami yang selalu mencoba hal-hal baru yang seru.
Memasuki goa, kita mesti bejalan hati-hati. Kalau
tidak, kita bisa terpeleset, terperosok atau menabrak dan terantuk
langit-langit goa. Maklum, selain dari senter yang kita bawa, tak ada lagi
sumber cahaya lainnya. Di tengah kegelapan, tiba-tiba kami dikejutkan dengan segerombol
kelelawar muda terbang nyaris menabrak kami. Ups!
Beberapa meter berikutnya, kami terhenti.
Tiba-tiba, Tomo menunjukkan langit-langit goa yang terdapat semacam lukisan
absurd. Warnanya biru keunguan. Bila terkena cahaya, tampak berkilauan. Menurut
Tomo, itu kotoran kelelawar yang telah mengeras dan nyaris menjadi fosil.
Kelelawar muda menyambut kami |
Penyusuran goa terus belanjut. Tomo memberikan
isyarat kalau kami mesti mendaki tebing goa yang licin. Tinggi tebing itu hanya
sekitar 3-4 meter. Karena licin dan lembab, kita diwajibkan berhati-hati.
Tenang saja, tim pokdarwis sudah cukup profesional untuk memandu kita menaiki
tebing hingga ke puncak. Asalkan mengikuti instruksi dan tetap hati-hati, kita
tak perlu khawatir jatuh.
Mendaki Tebing Goa |
Setelah mendaki tebing, goa ini juga memaksa kita
untuk merayap. Hah, merayap? Benar! Kami harus merayap untuk sampai ke ujung
goa. Sebab, lorong goa ini begitu sempit dan mau tak mau hanya dengan merayap
kita mampu melewatinya. Jangan sedih kalau pakaian, tangan, kaki dan bahkan
wajah kita kena lumpur. Justru disitulah serunya!
Setelah melalui celah yang sempit, di dalam goa ada
ruang yang cukup longgar. Bahkan kami bisa berfoto bersama. Setelah puas
menikmati sensasi ‘mandi lumpur, saatnya kami keluar goa.
Untuk keluar dari goa, kita mesti berbalik. Karena
hingga saat ini belum ditemukan jalan keluar ke arah yang lain. Setelah melihat
cahaya luar, hati kami sangat gembira. Karena sekujur tubuh kami belepotan,
Tomo mengajak kami untuk membersihkan diri di kolam Waringin Seto di dalam Goa
Lawa.
Setelah lumpur sudah cukup luruh, kamipun segera
kembali ke basecamp untuk mandi dan sholat Ashar. Lagi-lagi, Tim Pokdarwis
sudah menyediakan jajanan. Kali ini beberapa gelas kopi panas dan mendoan
hangat kembali memanjakan lidah dan perut kami. Waahh….petualang kali ini
benar-benar seru dan menyenangkan!
![]() |
Buang Lumpur di Warining Seto |
Menurut Tomo, masih ada banyak paket wisata
petualangan lainnya di Desa Siwarak. Ada Sunrise Tracking Ke Bukit Kelir atau
Bukit Njelir, out bound di sekitar Goa
Lawa, dan masih banyak lagi tawaran seru lainnya. Tak usah bingung soal
penginapan. Disini ada hotel melati yang cukup nyaman. Mau yang lebih
terjangkau, bisa pilih homestay di rumah-rumah penduduk setempat. Mau di alam
terbuka, bisa camping sekaligus menikmati sunrise di atas bukit. Asyik, kan?
Kalau Anda tertarik ingin menjajal petualang seru
di Desa Siwarak, silahkan hubungi Tomo (087837000869) atau buka websitenya di www.desawisatasiwarak.com.
Nikmati pesona alam dari atas Bukit Njelir dan buktikan serunya caving di Goa
Lorong Kereta! (Estining Pamungkas)
(Feature ini disusun untuk mengisi Rubrik "Petualangan" pada Majalah Pemkab Purbalingga Edisi 99 Tahun 2015"
mantap mba engky (y) ,,makasih bngt udh share
BalasHapusOkey mas... maaf baru sempat nge-blog jadi baru up load sekarang. Versi cetaknya dah terbit setahun lalu di Majalah Derap Perwira Edisi 99 Tahun 2015
HapusOkey mas... maaf baru sempat nge-blog jadi baru up load sekarang. Versi cetaknya dah terbit setahun lalu di Majalah Derap Perwira Edisi 99 Tahun 2015
Hapus